Thursday, June 17, 2010

Beyond The Living: Gods, Ghosts and Demons



Oleh: Ajahn Brahmavamso

GHOSTS:

Dari judulnya, sudah pasti banyak yang tertarik. Kata Ajahn sepertinya malam ini yang paling banyak pendengarnya. Dulu waktu dia disuruh berkotbah di Kuala Lumpur, Malaysia, dia diminta kasih judul kotbahnya, dia juga kasih yang ini dan yang muncul dengar banyak sekali. Sampe Bhikkhu di Kuala Lumpur bercanda, wah waktu saya berkotbah yang dengar bisa dihitung pake jari.

Ajahn Brahm berkata, is ghost exist or not? The answer is YES!

Tapi tidak usah takut karena hantu tidak pernah melukai manusia. Hantu hanya menakuti, tidak pernah melukai. Jangan percaya pada wajah hantu yang mengerikan dalam film itu.

Kemudian dia bertanya, coba tunjuk tangan bagi mereka yang pernah lihat hantu! Ada beberapa pendengar yang menunjuk tangan.

Kemudian dia bertanya lagi, coba tunjuk tangan bagi mereka yang pernah dilukai hantu! Ada beberapa juga yang menunjuk tangan.

Kemudian Ajahm Brahm berkata kepada mereka, benarkah kamu dilukai hantu? Saya melihat kamu masih baik-baik duduk di sini mendengar cerita saya.

Ada orang berkata, sewaktu tidur seperti dicekik hantu tidak bisa bernafas. Apakah itu bukan berarti dilukai?

Ajahm Brahm menjawab, sebenarnya pengalaman itu bukanlah dicekik hantu. Itu adalah pengalaman fisik kita sewaktu tidur karena pikiran kita ataupun pernafasan kita yang terganggu. Pikiran kita terikat pada sesuatu membuat kita lupa atau tidak mau bernafas, lain kali kalau mengalami yang begitu cobalah relaks and let go.

Percayalah, tidak ada hantu yang jahat di dunia ini, paling ada hantu yang nakal. Karena hantu itu seperti anak-anak, suka main dan suka diperhatikan orang. Tetapi ada sejenis hantu yang sangat mengerikan, dia bukan hanya membunuh diri sendiri. Tetapi juga membunuh orang lain. Akan saya ceritakan tentang hantu ini nanti terakhir-akhir.

Dulu teman saya menceritakan pengalamannya tentang hantu. Sewaktu dia bermeditasi, dia mencium ada bau aneh tapi tidak dihiraukan. Kemudian dia melanjutkan meditasinya tetapi dia diganggu terus oleh hantu itu, digelitik seperti meminta perhatiannya. Dia tetap tidak menghiraukan. Keesokan harinya sewaktu dia masuk lagi ke ruang meditasinya, masih tercium bau yang aneh itu.

Dia tahu kalau itu adalah bau hantu karena bau dewa itu harum. Jadi sebelum dia memulai meditasinya, dia mengambil bantal lebih satu taruh di sampingnya dan berkata dengan tegas, "I know it is you. There you sit down and meditate with me or else, go somewhere else! Don't bother me!"

Setelah itu, meditasinya tidak pernah terganggu lagi dan bau yang tidak sedap itupun lenyap.

Ada sepasang suami istri Buddhis yang sering ke vihara kita di Australia. Mereka menceritakan pengalamannya membeli rumah baru. Agen rumah tidak memberitahukan kalau pemilik rumah sebelumnya baru saja mati di depan rumahnya sewaktu memindahkan perabotnya. Karena pemilik sebelumnya mungkin ada penyakit jantung atau karena kegemukan, dia mati di pintu rumah sewaktu memindah perabotnya. Suami istri ini tidak tahu jadi mereka pindah masuk saja seperti biasanya.

Tetapi tiap malam mereka diganggu orang yang iseng memijit bel. Mereka membuka pintu dan mengira mungkin saja anak-anak yang sedang iseng, tapi ternyata tidak ada orang. Sampai tengah malam pun begitu. Suaminya ada ide, dia mengeluarkan baterai dari bel jadi waktu dipijit tidak berbunyi lagi. Tetapi walaupun tidak ada baterai, bel itu berbunyi lagi. Barulah mereka tahu ini bukan perbuatan orang iseng. Ternyata itu hantu pemilik rumah sebelumnya yang mau masuk ke rumah. Dia belum sadar kalau dia sudah mati.

Mereka baru tau akan kejadian tentang hantu ini setelah mendengar dari tetangga-tetangganya.

Jadi sebagai umat Buddha mereka meminta petunjuk dari bhikkhu dan membacakan paritta (doa) supaya hantu itu bisa pergi ke tempat yang seharusnya dia berada.

Kalian tahu kenapa kebanyakan hantu tidak dapat diambil fotonya. Saya dulu juga heran. Sewaktu saya masih kuliah, saya bersama teman sekelas saya masuk menjadi anggota dari klub yang mengamati miracle (keajaiban). Karena mata kuliah saya semua tentang ilmiah, saya sangat ingin tahu tentang keajaiban di dunia.

Kita ada membuat kelompok belajar dan pergi mencari rumah-rumah yang berhantu. Kita berupaya untuk mengambil foto tetapi tidak ada satupun yang jadi. Setelah mendalami agama Buddha saya baru mengerti kalau hantu itu hanya dapat dilihat oleh pikiran.

Ini mengingatkan saya tentang cerita kungfu Tiongkok yang saya lihat sewaktu kecil. Cerita itu mengenai seorang anak yang belajar kungfu pada seorang guru. Pada suatu hari guru itu membawa anak itu pergi ke sebuah kolam. Dia berkata pada anak itu, Awas! Jangan terlalu dekat dengan kolam itu.

Kalau kamu jatuh ke dalam, kamu akan menjadi tulang-tulang yang kamu lihat itu pada dasar kolam. Karena kolam ini bukan kolam air biasa, melainkan air asam pekat yang menghancurkan apa saja. Jadi untuk melatih keseimbangan badanmu, kamu harus berjalan di atas jembatan kayu ini dan berlatih selama 7 hari.

Seandainya badanmu tidak seimbang kamu bisa jatuh ke dalam kolam. Jadi berhati-hatilah. Anak itu berlatih tanpa jatuh ataupun terpeleset sekalipun dan tibalah 7 hari itu. Gurunya berkata, kamu sudah berlatih 7 hari, untuk meyakinkan bahwa keseimbangan badanmu sudah mantap, saya akan menutup matamu dengan kain hitam dan kamu berjalan lagi di jembatan itu satu putaran.

Mulailah anak itu merasa takut. Selangkah demi selangkah dia maju di jembatan itu, tetapi baru 7 langkah dia sudah terpeleset dan jatuh ke kolam.

STAY TUNED! Seperti biasanya komersial iklan di TV muncul pada saat-saat kritis, dan saya harus menunggu beberapa menit untuk melihat apa yang terjadi pada anak itu.

Kembali ke film ini, anak itu berpikir tamatlah riwayatku. Tetapi begitu dia terjatuh dia terdengar gurunya tertawa terbahak-bahak dari tepi kolam dan berkata bukalah kain hitam itu dan berenanglah ke tepi. Anakku, tidak ada kolam asam, tulang tengkorak yang seperti kamu lihat itu hanyalah palsu saja. Itu air biasa, tetapi pikiranmu telah menghantui kamu, rasa takutmu lah yang menghantui kamu sehingga keseimbangan batinmu tidak terjaga, dan tentu saja dengan keseimbangan badanmu.

Kembali tentang klub pelacak keajaiban yang saya masuk dulu. Dalam program pertama dari klub ini, ada seorang wanita tua yang datang memberikan ceramahnya tentang ilmu gaib. Dia bilang, "Welcome to my talk. As you know, I'm a witch (nenek sihir)." Srrhh... kita semua berdiri bulu romanya. Kemudian berkata lagi. "Don't be afraid. There are 2 kinds of witches. Black Witch and White Witch. Black Witch is Evil and White Witch is a kind Witch, who always helps people. I'm a White Witch."

Semua orang menjadi tenang kembali.

Kemudian nenek itu melanjutkan lagi. "But... Black Witch will always say that she too a White Witch" hahaha...

Teman bersama saya yang masuk klub ini sekarang berbisnis di London dan masih aktif dalam klub ini. Saya bertemu dengannya akhir-akhir ini. Kartu bisnisnya sangat unik. Selain bisnis utamanya, di bawah namanya ada tertulis "Member of Ghost Buster of Northern Island". (artinya anggota penangkap hantu dari Pulau bagian Utara). Di Inggris banyak sekali hantu gentayangan. Karena hantu-hantu itu terlalu lengket / melekat pada keluarganya atau rumahnya atau barangnya. Mereka tidak rela meninggalkan kediamannya atau keluarganya, jadi tetap di sana tidak mau pergi-pergi untuk tumimbal lahir.

Tetapi bagaimanapun, bhikkhu yang baik lah yang ahli dalam menangkap hantu. Bhikkhu itu ahli sebenarnya bukan karena dia memiliki kekuatan gaib atau kekuatan lainnya. Tetapi karena Bhikkhu itu menaati peraturan-peraturan yang diberikan Sang Buddha, sehingga bhikkhu-bhikkhu dapat terbebas dari segala niat buruk atau apapun yang tidak baik, dan bhikkhu-bhikkhu juga bisa memancarkan kasih sayangnya kepada semua makhluk tanpa meminta pembalasan apapun.

Talk about this precept (peraturan), saya teringat tentang seorang wanita Thai usia 60 an yang sering ke vihara kita di Australia. Dia seorang Buddhis yang sangat saleh, taat pada Pancasila Buddhis dan tiap minggu menjalankan Atthasila Buddhis (8 sila Buddhis). Tetapi ada beberapa minggu saya tidak melihatnya, tetapi saya melihat putrinya dan bertanya kemana orang tua itu?

Kemudian putrinya bercerita. Ibunya sakit dan berada di hospital. Kata putrinya, sekarang saya lebih yakin dengan agama Buddha. Karena sebenarnya ketika ibuku baru masuk rumah sakit saya sangat kuatir dan pergi menjenguk seorang ahli pengobatan dengan ilmu gaib yang terkenal. Saya membayar A$20 kepadanya kemudian dia meminta nama, tanggal lahir, nama rumah sakit dan nomor tempat tidur ibuku. Begitu saya beritahu kepadanya, dia membaca mantra-mantranya sampai lama sekali. Kemudian dia bangun dan berkata padaku, apakah ibumu ada ilmu gaib atau memakai apa-apa dalam tubuhnya. Saya tidak bisa melihat dengan jelas karena dia seperti diselimuti oleh atmosphere putih disekelilingnya.

Saya menjawab, tidak ibu saya tidak memakai apa-apa tetapi dia penganut Buddha yang taat pada peraturannya. Seketika itu juga ahli gaib ini mengembalikan uangku A$20 dollar dan berkata, kenapa kamu tidak bilang sebelumnya, buang waktuku saja!

Dari sini, kalian harus tahu, bahwa menaati Sila yang ditetapkan Sang Buddha itu berarti melindungi diri kalian sendiri. Setiap kali ke vihara, kita selalu bersujud di depan rupang Sang Buddha. Kalian tahu apa artinya? Itu bukan berarti kita umat Buddha menyembah-nyembah di depan patung.

Dulu saya tidak mengerti, saya hanya ikut saja bersujud. Sekarang saya mengerti bahwa saya bersujud di depan rupang (patung) Sang Buddha bukan karena saya menyembahnya, tetapi saya menghormati dan mengagungkan jalan yang ditunjukkan Sang Buddha dan bersujud untuk mengingatkan saya harus berjalan di atas jalan yang ditunjukkan olehNYA.

==========================

Note: Pancasila Buddhis adalah Lima sila yang harus ditaati umat Buddha. Sewaktu seorang umat Buddha di wisudhi, selain berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, dia juga harus berjanji taat pada Pancasila Buddhis yang ditetapkan oleh Sang Buddha sebagai peraturan untuk umat awam. Isi Pancasila Buddhis itu adalah:

1. Panatipata Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak membunuh atau melukai makhluk apapun.

2. Adinandana Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak mencuri, mengambil milik orang lain tanpa persetujuannya.

3. Kamesumichacara Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak melakukan perbuatan serong atau asusila. Saya hanya setia pada pasangan saya.

4. Musavada Veramani Sikkha padang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak berbohong, tidak berkata kasar. Saya hanya berbicara yang jujur dan benar.

5. Sura-meraya-maja-pamadathana Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak minum arak, makan obat yang mengakibatkan kecanduan dan kebodohan. Saya harus selalu berwaspada.

===========================

Sewaktu Ajahn Brahm berbicara tentang lima sila yang harus ditaati umat awam ini, dia bercanda tentang orang Thai yang pergi ke vihara. Dulu dia merasa aneh melihat beberapa lelaki Thai yang ke vihara berdoa dengan sikap anjali tetapi tidak semua lima jari bertemu lima jari sebagai mana seharusnya. Ada yang dua jarinya disimpan sehingga hanya 4 pasang jari yang keluar. Kemudian dia bertanya ke bhikkhu Thai temannya, kenapa mereka berdoa dengan jari begitu? Temannya menjawab, karena mereka tidak menaati salah satu peraturan dari lima sila itu. Ini hanyalah tradisi orang Thai yang sebenarnya tidak benar.

Seorang Buddhis yang benar harus tetap patuh pada perjanjiannya.

Kebetulan waktu ini kan waktu "Pho-Tho" bulan Juli menurut penanggalan Tiongkok. Banyak orang Singapura yang masih sembahyang besar-besaran untuk "hantu". Ada orang bertanya mengenai “Pho-Tho” kepada Ajahn Brahm.

Kata Ajahn, sebenarnya sembahyang "Pho-Tho" ini asal usulnya juga dari Ajaran Sang Buddha, hanya Ajaran itu telah direformasi.

Ceritanya ada tertulis dalam Sutta agama Buddha. Konon di masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja di India yang bermimpi buruk dimana dia didatangi makhluk-makhluk halus yang menderita memohon-mohon padanya dengan sedih dan iba sekali.

Raja ini sangat gelisah setelah mimpi ini sehingga dia berkunjung kepada Sang Buddha memohon petunjuknya. Sang Buddha dengan kekuatannya tahu mengenai hal ini, Beliau berkata kepada raja itu bahwa mereka itu adalah orang-orang yang dihukum mati oleh raja ataupun raja sebelumnya. Karena mereka mati dengan penasaran, mereka menjadi gentayangan, tidak mau "let go" dengan dunia ini.

Raja yang bijaksana, berdana lah kepada orang-orang yang pantas menerima danamu. Keesokan harinya Raja membagi-bagi makanan dan pakaian kepada semua rakyatnya. Rakyatnya semua sangat gembira dan bersyukur dan berdoa atas kebahagiaan Raja. Sejak itu Raja itu tidak pernah bermimpi buruk lagi.

Cerita kedua adalah mengenai salah seorang murid utama Sang Buddha yang bernama Mogallana. Ibu Mogallana meninggal dunia. Mogallana sebagai anak berbakti ingin mengetahui keadaan ibunya, karena dia tahu pada masa hidupnya ibunya itu bukanlah seorang Buddhis, ibunya suka mencaci maki dan marah-marah terus pada siapapun termasuk pada Sang Buddha dan pengikutnya. Waktu itu Mogallana sudah mencapai kesucian dan mempunyai kekuatan menembus ruang dan alam, sehingga dia berhasil menemukan ibunya di alam kelaparan. Dia merasa kasihan sekali kepada ibunya, sedangkan ibunya tidak mengenal dia.

Dia melihat ibunya kelaparan, dan segera dia memberi makanan yang memang sudah disediakan kepada ibunya. Tetapi begitu ibunya makan, segera makanan itu menjadi bara api di kerongkongannya. Ibunya menjerit-jerit kesakitan dan segera Mogallana memberi ibunya minuman tetapi sama juga minuman itu juga menjadi bara api begitu masuk ke mulutnya.

Mogallana dengan segera upaya menolong ibunya tidak berhasil. Akhirnya dia pergi mencari Sang Buddha untuk memohon petunjuknya. Sang Buddha tahu akan kejadian ini juga dan berkata pada Mogallana, cepatlah kamu berdana memberi makan kepada orang suci agung atas nama ibunda mu.

Pada waktu kehidupan Sang Buddha, tentu saja tidak sukar mencari orang suci / Arahat, jadi Mogallana secepat mungkin mengumpulkan bhikkhu-bhikkhu lain yang juga temannya dan berdana ke mereka. Setelah itu mereka bersama-sama memanjatkan paritta untuk mentransfer kebaikan Mogallana kepada ibunya yang berada di alam kelaparan. Akhirnya ibunya terbebas dari alam kelaparan dan dilahirkan kembali di alam Surga Tusita.

Cerita ketiga adalah mengenai murid utama Sang Buddha yang lainnya (lupa namanya, entah Upali atau siapa). Pada suatu malam, sewaktu Upali bermeditasi di vihara dia mendengar suara dan tangis isakan seseorang. Setelah diteliti ternyata itu berasal dari seorang mahkluk halus di luar vihara. Hantu ini sedang memohon pada dewa penjaga pintu untuk membiarkan dia masuk menemui anaknya. Begitu Upali keluar, makhluk ini berkata kepada Upali, jangan melihat ke depan anakku, saya tidak memakai apa-apa, saya kotor! dan orang suci seperti kamu tidak pantas melihat saya. Tetapi saya memohon kepadamu anakku, tolonglah ibumu ini supaya terbebas dari kesengsaraan ini. Upali sangat terkejut mendengar perkataan makhluk ini. Tetapi sebelum dia sempat berkata apa-apa, makhluk ini sudah hilang. Pikiran Upali sangat terganggu oleh kejadian ini, karena ibunya belum meninggal dunia, kenapa makhluk ini berkata padanya bahwa dia adalah ibunya.

Seperti biasanya, Upali pergi mencari Sang Buddha memohon petunjuk. Sang Buddha berkata, Upali, ia benar adalah ibumu, tetapi ibu dari kehidupan lalu. Dia menderita karena karmanya, dan sekarang telah tiba karmanya bertemu denganmu yang telah menjadi orang suci. Cepatlah membuat jubah dan berdana lah kepada orang yang pantas supaya dia berpakaian kembali.

Karena pada masa itu, benang saja sukar diperoleh, apalagi kain lebih sulit lagi. Jadi dengan susah payah Upali mengumpul kain-kain kecil dari rakyat-rakyat di desa yang mereka diami, dan dia jahit jadi jubah dan berdana kepada bhikkhu-bhikkhu yang menjadi temannya.

Dan kemudian bersamaan mereka memanjat paritta (doa) menyalurkan jasa perbuatan baik pada ibunya pada kehidupan yang terdahulu, dan ibunya terlahir kembali entah di alam mana, saya lupa.

Pasti orang bertanya, mengapa bhikkhu-bhikkhu itu bisa mentransfer / menyalurkan jasa perbuatan baik kepada makhluk lain dengan mudah? Jawabannya karena pada masa kehidupan Sang Buddha, bhikkhu-bhikkhu yang ada pada masa itu benar-benar suci dan sudah mencapai Arahat.

GODS OR DEWA:

Ada seorang anak muda dari Amerika. Dia selalu suka jadi sukarelawan di panti-panti jompo atau di vihara. Sampai pada suatu hari dia berkata kepada temannya bahwa dia ingin menjadi seorang bhikkhu (pendeta Buddha). Bagaimana caranya? Temannya berkata pergilah kamu berdana kepada bhikkhu dan tanya lah dia bagaimana cara menjadi bhikkhu.

Pergi lah si anak ini ke vihara. Dia bertemu dengan seorang bhikkhu. Bhikkhu ini bertanya ada yang bisa saya bantu? Kebetulan Bhikkhu juga seorang berkebangsaan Amerika. Pada tahun 70-an masih sedikit bhikkhu orang kulit putih. Kata pemuda itu, saya ke sini mau berdana dan mau jadi bhikkhu, bagaimana caranya? Bhikku itu tersentak dan dia tahu pemuda ini ikhlas.

Bhikkhu itu berkata, pergilah kamu ke Thailand. Di sana ada Monastery International yang menerima kita para orang asing untuk berlatih. Jadi berangkatlah pemuda ini ke Thailand, sampai di Bangkok Airport jam 2 pagi tapi dia tidak tahu pasti alamat Monastery itu. Jadi dia pergi dengan naik taksi. Setelah perjalanan cukup jauh, sampailah ia di depan Monastery itu, waktu itu masih dini sekitar jam 3 lebih. Taksi itu pergi saja begitu mengantarnya. Ternyata Monastery itu belum terbuka, semuanya masih gelap gulita. Ketika dia mengamati pintunya, tiba-tiba tercium harum wangi.

Kemudian berbalik badan melihat seorang bapak tua dengan pakaian adat Thai berdiri di belakangnya. Bapak itu bertanya dengan bahasa Inggris yang fasih, ada yang bisa saya bantu? Pemuda ini sangat gembira sekali, karena untuk pertama kalinya di sini dia berjumpa dengan orang yang bisa berbahasa Inggris.

Pemuda ini menjawab, saya ke sini mau berdana dan menjadi bhikkhu. Bapak itu tersenyum dan menjawab, hari masih dini, belum ada yang bangun, mari saya antar kamu masuk ke dalam.

Dan bapak ini meraba kantongnya mengeluarkan kunci yang sudah usang dan membuka pintu samping monastery itu. Kemudian dia membawa pemuda ini ke sebuah ruang besar, menghidupkan lampu-lampu di ruang itu. Di sana ada patung-patung Buddha dan beberapa lukisan yang kelihatan sudah tua. Bapak itu menceritakan tentang sejarah lukisan-lukisan yang berada di ruang itu kepada pemuda tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih sekali. Tak terasa subuh sudah sampai, bapak itu berkata pada pemuda itu:

"Mari saya antar kamu ke ruang tempat para bhikkhu menerima dana makan. Setelah sampai di sana, bapak itu berkata, tunggulah di sini kepala biara akan segera keluar, dan bapak itu berjalan keluar.

Begitu kepala biara itu keluar, dia terperanjat melihat pemuda ini. Karena dia tidak bisa berbahasa Inggris, dia segera mencari murid kulit putih lainnya.

Pemuda ini menjelaskan bagaimana dia bisa masuk ke vihara dan menunggu di sana.

Kepala biara terperanjat, karena di dalam vihara mereka tidak pernah ada bapak yang dikatakan pemuda itu, lagipula hanya kepala biara dan wakilnya yang ada kunci pintu itu. Dia juga terperanjat karena pemuda itu tahu sejarah lukisan-lukisan itu, sementara orang-orang yang bermukim lama di sana saja sudah tidak tahu menahu tentang sejarah itu. Setelah pemuda itu menjelaskan ciri-ciri khas orang itu, ternyata baju adat itu seperti baju Raja Thailand yang dulu.

Segera mereka membawa pemuda itu untuk melihat sebuah lukisan seseorang. Pemuda itu berkata: "Yes! This is the man who helped me this morning." Segera mereka mengerti bahwa bapak itu ternyata Raja Thailand dulu yang sudah meninggal dunia dan menjadi Dewa. Karena keikhlasan dan kesucian hati dari pemuda ini, dewa pun menolongnya.

Cerita kedua tentang Dewa adalah dari pengalaman senior saya di Thailand. Pada masa saya dulu, bhikkhu-bhikkhu banyak yang berniat ke India, tempat asal usul agama Buddha. Mereka berjalan dari Thailand ke India, perlu waktu satu tahun. Banyak yang tidak berhasil, atau meninggal karena perjalanan yang berbahaya dalam hutan liar, ataupun tersesat. Senior saya, seorang bhikkhu yang sangat saleh bercerita tentang pengalamannya. Dia sudah berhasil sampai ke India.

Tetapi dalam perjalanan pulangnya sekitar 4 hari sebelum mencapai Thailand dia sudah kehabisan tenaga, karena sudah hampir seminggu dia belum menemukan makanan untuk mengisi perutnya. Akhirnya dia terjatuh di jalan, dari kejauhan dia nampak seorang berpakaian rapih dan bersih seperti orang kota membawa rantangan makanan berjalan ke arahnya.

Orang itu menderma makanannya kepada senior saya itu. Senior saya heran bagaimana orang ini bisa tahu kalau ada bhikkhu yang menunggu dana makanan. Karena bhikkhu tidak boleh bertanya asal usul makanan dari seorang pemberi, senior saya hanya menerima dan memakan makanan itu. Tetapi begitu dia membuka rantang makanan, dia terperanjat dengan isi makanan itu karena semuanya berisi sayuran yang bagus-bagus adat Thai seperti yang dijual di restoran. Senior saya tidak tahan untuk tidak bertanya.

Sehingga dia berkata kepada orang itu: "Maafkanlah saya untuk bertanya, dari manakah kamu berasal sehingga kamu tahu kalau di sini ada seorang bhikkhu yang sedang menunggu dana makan?" Orang itu hanya tersenyum dan menunjuk ke atas langit.

Cerita lain tentang dewa adalah pengalaman saya sendiri. Sewaktu saya berada di Thailand, sudah biasa seorang bhikkhu berjalan kaki dari suatu tempat ke tempat lain.

Suatu waktu, karena saya berjalan melewati banyak hutan yang tidak ada penduduknya, saya tidak menerima makanan maupun minuman. Sebagai seorang bhikkhu, sudah menjadi peraturan untuk hanya makan atau minum dari pemberian orang, tidak boleh meminta. Pada saat itu matahari terik sekali dan sudah 2 hari saya berjalan tidak makan atau pun minum. Kemudian tibalah saya di sebuah desa. Sewaktu saya berjalan di pintu desa, dari kejauhan saya sudah melihat ada warung dimana beberapa orang duduk sambil mengobrol.

Saya melihat ada iklan Coca-Cola. Sewaktu saya melewati warung itu, sebagai seorang bhikkhu saya tidak boleh melihat ke sana ke mari, apalagi meminta minum kepada mereka, jadi pandangan mata saya tetap menunduk ke bawah. Mereka sepertinya tidak menghiraukan saya. Kemudian saya berpikir dan berkata dalam hati, kalau benar ada DEWA yang menolong bhikkhu yang baik seperti yang tertulis dalam Sutta Pitaka, tunjukkanlah kepadaku sekarang juga keberadaan dewa itu. Kemudian saya berusaha konsentrasi dengan jalan saya sampai kira-kira setelah 9 meter saya berjalan, saya mendengar ada orang berlari-lari ke arah saya dan berteriak dengan bahasa Thai yang artinya persembahan dana makan untuk bhikkhu. Ternyata seorang wanita membawa Coca-Cola untuk saya, kemudian diikuti teman-temannya yang lain.

Kemudian saya duduk di bangku di tepi jalan. Kemudian saya minum Coca-Cola yang berada di sampingku, 9 botol! Dan berpikir, Wah! DEWA benar ada, dan bukan hanya satu, mereka benar-benar mau menunjukkan bahwa DEWA itu ada!

DEMON ATAU IBLIS

Apakah Demon itu ada? Well, ini cerita tentang seorang wanita penganut Buddhis juga. Wanita ini sangat taat pada sila-sila yang dia ucapkan. Dia juga seorang yang aktif dalam kegiatan Buddhis. Pada kehidupan pribadinya, dia termasuk seorang sukses dalam bisnis jadi banyak yang iri padanya. Mungkin karena iri, salah satu orang yang dikenalnya bermaksud tidak baik padanya.

Dia tidak mengetahui kalau ada yang mau berniat buruk padanya. Tetapi dia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang terus mengikutinya dan berusaha mengganggunya. Dia merasa tidak nyaman. Kebetulan pada hari Minggu itu seperti biasanya dia pergi ke vihara. Begitu di vihara, dia merasa nyaman kembali. Tetapi dia sempat mencari bhikkhu di vihara untuk menceritakan tentang rasa tidak nyaman yang dialaminya akhir-akhir ini. Bhikkhu ini segera tahu kalau ada sesuatu yang tidak wajar terjadi, jadi bhikkhu inipun membawa beberapa murid-muridnya mengikuti wanita ini ke rumahnya.

Segera saja, bhikkhu itu mengetahui kalau ada DEMON di rumah wanita itu.

Setelah membacakan paritta, bhikkhu itu menyuruh DEMON tersebut untuk mewujudkan rupanya. Bhikkhu ini bertanya: "Why do you want to hurt this woman? Have she ever hurted you before in anyway?"

Demon itu berkata: "Saya disuruh oleh seseorang untuk membunuhnya, saya sudah berusaha dengan berbagai cara untuk masuk ke tubuhnya tetapi gagal. Saya sedang menunggu kelemahannya."

Bhikkhu itu berkata: "Wanita ini tidak dapat kamu lukai karena dia dilindungi oleh sila (perilaku dan moral) yang telah diperbuatnya. Kembalilah kamu ke alam yang seharusnya kamu berada."

Demon itu berkata lagi: "Tidak, saya tidak bisa kembali dengan kegagalan. Kalau saya gagal dengan tugas saya, itu sama saja dengan kematian saya."

Bhikkhu itu dengan kasih sayang berkata: "Bertobatlah Demon. Saya akan membacakan paritta untukmu sehingga dapat membantumu terlahir kembali di alam yang seharusnya kamu berada. Pergilah dengan sukarela."

Dengan cerita ini, apakah saya telah menjawab pertanyaanmu tentang Demon? I hope so. Semua cerita yang saya ceritakan itu berdasarkan TRUE STORY yang saya dengar ataupun saya alami.

Now, seperti yang saya ceritakan pertama-tama. Di dunia ini ada satu hantu yang benar-benar mengerikan, bukan hanya bisa membunuh diri kita sendiri, tetapi juga bisa membunuh orang lain. Tahukah kalian hantu apakah itu?

Hantu itu namanya "Hantu Botol". Dia tersimpan dalam botol. Sekali kamu bertemu botol itu dan membuka botol itu, hantu itu segera keluar dan ada yang mengakibatkan makin lama perut kamu semakin bulat dan besar.

Ini sebuah cerita yang diceritakan oleh seorang lelaki. Seperti biasanya lelaki ini suka pergi ke pub after work untuk minum-minum bersama dengan teman-temannya. Pada suatu malam dalam perjalanan pulang ke rumah, ada pemeriksaan lalu lintas di jalan yang akan dilewatinya. Dia melihat semua kendaraan berjalan dengan lambat dan segera ia mengetahui kalau di depan pasti ada pemeriksaan. Dia bermaksud untuk berputar balik mencari jalan lain karena dia tahu pasti bahwa dirinya tidak akan lulus dari pemeriksaan, angka alkohol di tubuhnya pasti sangat tinggi. Tetapi begitu menoleh ke belakang, sudah banyak mobil antri di belakangnya. Dia berpikir, ah, pasrah lah saya untuk menerima denda. Begitu sampai gilirannya, terdengar suara BUMP! (benturan) besar di depan. Polisi pemeriksa itu berkata: "There's an accident in front, we have to go to check it. Count yourself lucky, just go ahead!"

Lelaki itu kegirangan karena dia pikir, wah, I'm really lucky this time.

Dengan gembira sekali dia mengendarai mobilnya pulang dan langsung tidur.

Keesokan paginya, dia terbangun oleh sirene mobil polisi. Kemudian terdengar bel pintunya berbunyi. Dia langsung berpikir, saya tidak melanggar peraturan kemarin, kenapa polisi itu datang ke rumah saya? Ah, sekarang alkohol saya pasti sudah menurun, kalaupun mau ditest sekarang saya tidak perlu takut. Dia segera bangun membuka pintu. Begitu melihat polisi kemarin, dia berkata, "Hello Sir, ada yang bisa saya bantu? "

Polisi itu menjawab: "Yes, tolong bantu kami membuka pintu garasimu."

Begitu dibuka, lelaki itu terperanjat melihat mobil di garasi bukanlah mobilnya, melainkan mobil polisi kemarin.

Sekarang dia bukan hanya menerima hukuman karena mabuk saja, tetapi juga hukuman karena mencuri.

Kalau Anda atau teman Anda suka minum minuman keras, segeralah nasehati mereka untuk menghentikan kebiasaan buruknya ini.

Alkohol bukan saja merusak kesehatan, dia juga banyak menghancurkan kehidupanmu, keluargamu, bahkan banyak kecelakaan lalulintas yang membunuh akibat alkohol.

Inilah yang saya maksudkan dengan the HORRIBLE GHOSTS!


Penerjemah: Tidak diketahui

sumber:samaggi-phala.or.id

Tuesday, June 8, 2010

Ada Apa Di Balik Mukjizat?


Oleh Slamat Rodjali




Pernahkah terlintas dalam pikiran pembaca mengapa sebagai seorang beragama Buddha `doa' saudara tidak `manjur' namun seseorang yang beragama lain dan pelaku kejahatan justru mengalami kemajuan? Atau pernahkah saudara melihat sesuatu mukjizat tidak terjadi di vihara tetapi terjadi di tempat ibadah agama lain?

Pernahkah saudara mendengar atau membaca kitab salah satu paham yang menceritakan ADA yang dapat membangkitkan orang yang telah `mati'; mengubah air menjadi anggur, membuat orang buta dapat melihat kembali?


Seorang perempuan, Tuti (bukan nama sebenarnya) terkena kanker rahim stadium 3, berupaya kuat untuk pergi kepada berbagai dokter bahkan datang ke dalam satu Kebaktian paham tertentu, kankernya tersebut malah meningkat menjadi stadium 4 dan semua dokter yang ditemui `angkat tangan' tak dapat menolongnya dari kematian, namun setelah bertemu dengan seorang bhikkhu dan setelah melaksanakan sesuatu yang dikatakan oleh bhikkhu tersebut, kondisi kankernya malah menurun berangsur hilang hingga sembuh total.


Seorang ibu mengeluhkan anaknya Dono (bukan nama sebenarnya) yang sakit panas dibawa ke vihara dan didoakan seorang pandita beragama Buddha, tetapi tidak sembuh. Keesokan harinya ketika di bawa ke sebuah tempat ibadah dari paham lain dan didoakan sesuatu, serta diberi minum sesuatu, eh… panasnya tiba-tiba hilang.


Pernahkah saudara mendengar pernyataan salah seorang pemuka paham tertentu bahwa di dunia ini ada dua kuasa, yaitu "kuasa Hyang Agung" dan "kuasa iblis?" Ia tidak menolak bahwa iblis pun memiliki kuasa dan bisa menimbulkan mukjizat. Ia menyatakan bahwa bisa saja seseorang ketika datang ke dalam rumah ibadah-nya tidak akan melihat mukjizat sedangkan ketika ke vihara bisa melihat mukjizat atau sebaliknya. Ia meng-klaim bahwa apabila mukjizat yang timbul di rumah ibadahnya merupakan kuasa "Hyang Agung" sedangkan bila timbul di vihara atau rumah ibadah lainnya disebut bukan kuasa "Hyang Agung", dan bila bukan kuasa Hyang Agung, pasti saudara tahu yang dimaksudnya, siapa di balik mukjizat tersebut yang berkuasa.


Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa mukjizat memang bukan monopoli agama tertentu. Semua orang dapat mengalami mukjizat. Tuti bisa bersaksi (memberikan kesaksian) atas mukjijat yang terjadi pada dirinya….. Dono juga bisa bersaksi atas mukjizat yang dialaminya. Keduanya bisa meng-klaim bahwa mukjizat tersebut terjadi atas firman/kuasa yang diagungkan pemeluk paham rumah ibadah tempat mereka masing-masing mengalami mukjizat tersebut Cuma…. Siapa yang berkuasa menimbulkan mukjizat bagi kesembuhan Tuti dan Dono pada kasus di atas? Apakah memang benar pada kasus-kasus di atas, mukjizat kesembuhan Tuti ditimbulkan oleh "kuasa Iblis" dan mukjizat kesembuhan Dono ditimbulkan oleh "Firman/Kuasa Hyang Agung?" Membangkitkan yang mati, mengubah air menjadi anggur, membuat orang buta kembali melihat … juga… merupakan hanya mukjizat Firman/Kuasa Hyang Agung paham tersebut?


Budaya iming-iming dengan mukjizat melalui kesaksian salah satu paham di masyarakat kita, dan budaya ancaman halus bahwa mukjizat yang timbul di dalam rumah ibadah/diperantarai pemuka agama paham lain merupakan kuasa iblis yang `bermata kail', telah lama merebak di Indonesia dan telah mengguncangkan `keyakinan' banyak umat paham lain tersebut sehingga sangat banyak umat paham lain tersebut (termasuk yang fanatik berat awalnya) `mengorbankan diri' untuk berganti label paham keagamaannya ke dalam `iman' paham di atas bahkan hingga bersikap fanatik berat dalam `iman' baru-nya dan mencampakkan paham keyakinan sebelumnya yang ditunjukkannya melalui kesaksian yang ditayangkan di televisi atau di dalam kesempatan Kebaktian di stadion/hotel tertentu, hanya semata dikarenakan tidak mengetahui proses sesungguhnya yang terjadi di balik mukjizat.


Saudara pembaca, pertanyaannya adalah bagaimanakah proses di balik terjadinya mukjizat? Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tubuh seseorang? Apa saja faktor-faktor yang menentukan "kemanjuran" suatu "doa" atau "rapalan kata-kata" atau "mantra" yang dianggap suci oleh penganutnya? Apa definisi kematian dalam hakekat yang sesungguhnya? Ini merupakan beberapa topik yang harus kita tuntaskan di dalam tulisan ini sehingga para pembaca dapat mengerti dengan jelas dan tidak terjebak untuk berganti label karena iming-iming mukjizat atau karena takut akan ancaman setelah mengalami mukjizat di vihara umat Buddha. Selanjutnya saudara akan dapat menilai sendiri, apakah mukjizat terkait dengan label salah satu paham atau agama ataukan tidak? Mari kita telusuri dengan seksama…!


Memahami Terjadinya Mukjizat
Saudara pembaca, kalau kita amat-amati dari kitab suci paham lain, perbuatan atau kejadian ajaib (mukjizat) yang diasumsikan dilakukan oleh Hyang Agung mereka, ada 4 jenis, yaitu: (1) penyembuhan orang sakit, (2) pengusiran setan atau roh-roh jahat, (3) penaklukkan kekuatan alam, dan (4) pembangkitan orang mati. Penganutnya mengklaim sebagai monopoli Firman Hyang Agung mereka, dan bila timbul di paham lain, artinya ditimbulkan oleh Iblis, sehingga hal ini menjadi sumber propaganda untuk konversi "label agama/paham" yang dilakukan oleh para pemeluknya dengan memanfaatkan kebodohan dan ketakutan penderita.


Cukup kontras perbedaannya dengan yang dijumpai di dalam Tipitaka (kitab suci umat Buddha), sungguh tak terhitung banyaknya mukjizat yang ditimbulkan baik oleh para Buddha, oleh murid-murid Beliau (Sangha), bahkan oleh umat awam yang mempraktikkan ajaran Buddha tersebut sebagai "conditioning service medication" (layanan mengkondisikan pengobatan untuk penyembuhan) maupun "self-service medication" (layanan mandiri pengobatan untuk penyembuhan), yang tipikal-nya tidak diklaim sebagai monopoli baik oleh para Buddha, tidak juga oleh para murid Beliau (Sangha) dan oleh umat yang melaksanakannya walaupun mengalami kesembuhan yang dinilai sebagai keajaiban (mukjizat). Proses mukjizat yang terjadi sangat reasonable (mengandung alasan yang ilmiah berdasarkan sebab akibat) dijelaskan secara objektif, tanpa mengandung iming-iming untuk konversi label agama, dan tidak mengandung ancaman halus dengan mengkambinghitamkan Iblis yang memberikan duri di dalam umpan.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan jasmani

Lebih dari 2500 tahun yang lalu, seorang Agung di dalam sejarah peradaban manusia di bumi ini pernah menyatakan bahwa kesehatan jasmani seseorang ditentukan oleh minimal 4 faktor, yaitu:

1. Faktor perbuatan orang tersebut (istilah di dalam agama Buddha, disebut faktor Kamma)
2. Faktor pikiran orang tersebut (istilahnya disebut faktor Citta)
3. Faktor makanan orang tersebut (Âhâra)
4. Faktor keseimbangan lingkungan hidup orang tersebut (Utu)

Perbuatan seseorang akan menghasilkan materi khusus (kammajarûpâ) yang bereaksi terhadap jasmaninya, demikian pula pikiran seseorang akan menimbulkan materi khusus (cittajarûpâ) yang bereaksi dan berinteraksi dengan materi tubuh orang tersebut, ditambah dengan makanan/âhârajarûpâ (termasuk obat-obatan, vitamin, mineral dan sebagainya) akan menambah kontribusi kombinasi reaksi interaksi materi tubuh orang tersebut. Lingkungan hidup, kelembaban, temperatur, pakaian orang tersebut juga akan menimbulkan efek panas dingin kering lembab (utujarûpâ) tubuhnya yang juga berinteraksi dengan materi-materi sebelumnya. Keempat faktor materi ini saling berinteraksi dan berkorelasi membentuk materi-materi baru yang kompleks yang menjelaskan perbedaan fisik tiap makhluk.


Semakin tinggi kualitas perbuatan (diindikasikan dengan nilai moralitas) dulu dan sekarang, kualitas pikiran, kualitas makanan dan kualitas lingkungan hidup seseorang maka materi-materi yang ditimbulkan oleh keempat faktor itu akan memiliki kualitas yang makin tinggi; dan interaksi keempat materi dengan kualitas tinggi ini serta kontinuitas (kesinambungan) kemunculannya akan memberikan efek prima kesehatan jasmani seseorang dalam kesinambungan pula. Kontinuitas makin baik, maka kesehatan makin berdaya tahan lama. Jika terjadi diskontinyu, maka efek kesehatan pun dis-kontinyu. (lihat uraian kekuatan paritta pada sub judul di bawah).
Saudara pembaca, uraian di atas pada prinsipnya merupakan kombinasi interaksi antara:

1. Proses sebab akibat berkondisi (tidak muncul tiba- tiba)
2. Empat faktor (perbuatan, pikiran, makanan, lingkungan fisik)
3. Waktu (kala) lampau dan sekarang, dalam hal kontinyu atau diskontinyu dengan tenggang waktu tertentu atau putus-putus.

Lalu, apa hubungannya dengan kemanjuran dari pembacaan "doa" bagi agama tertentu dan "paritta" di dalam agama Buddha?


Faktor-faktor kekuatan "doa" atau "paritta" atau "mantra"
Penelitian terkini di dalam pengobatan, di dalam eksperimental psikologi dan apa yang disebut parapsikologi telah melemparkan secercah cahaya sifat alamiah pikiran dan posisinya di dunia ini. Selama empat puluh tahun terakhir pengaruh ini telah secara konstan tumbuh di antara para ahli kedokteran bahwa banyak kasus penyakit organik maupun fungsional secara langsung dikondisikan oleh faktor-faktor batin. Tubuh menjadi sakit karena pikiran mengontrolnya secara tersembunyi (tak disadari langsung oleh penderita) menginginkan tubuhnya sakit, atau karena kegelisahan sehingga tak dapat mencegah tubuh menjadi sakit.


Pikiran tidak hanya menyebabkan sakit, juga dapat menyembuhkan. Pasien yang realistis memiliki kesempatan kesembuhan yang jauh lebih baik dibandingkan seorang pasien yang khawatir dan tidak gembira. Contoh-contoh yang didokumentasikan melalui penyembuhan `keyakinan' termasuk di dalamnya kasus-kasus penyakit organik dapat disembuhkan hampir secara instan. Di dalam hubungan ini, sungguh menarik kita meninjaunya dari sisi Buddha Dhamma, dari mendengarkan pembacaan Dhamma atau doktrin Buddha untuk mengkondisikan terbebasnya dari penyakit atau mara bahaya, untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh makhluk-makhluk pengganggu yang terlihat ataupun tidak terlihat, untuk memperoleh `perlindungan' dan kebebasan dari kejahatan, dan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kebaikan makhluk hidup. Beberapa khotbah yang disebut "paritta sutta" dijadikan sebagai `khotbah perlindungan.' Namun paritta sutta ini tidaklah sama dengan pembacaan mantra atau doa paham lain, tak ada satu pun yang mistis di dalam paritta sutta.


Kata paritta pertama kali digunakan oleh Buddha Gotama di dalam khotbah yang dikenal dengan "Khandha paritta" di dalam Culla Vagga, Vinaya Pitaka (vol. ii, halaman 109), dan juga di dalam Añguttara Nikâya di bawah judul `Ahi (metta) Sutta' (vol. ii halaman 82). Khotbah ini direkomendasikan oleh Buddha Gotama sebagai `pelindung' untuk digunakan oleh para bhikkhu. Di dalam khotbah itu Buddha menganjurkan para bhikkhu untuk mempraktikkan dan mengembangkan metta (cinta kasih universal) kepada semua makhluk.


Saudara pembaca, setiap "doa" ataupun "paritta" atau "mantra" tertentu memiliki nilai kekuatan tertentu. Kekuatan-kekuatan yang saling berkombinasi secara sinergis akan menimbulkan kekuatan baru yang jauh lebih tinggi. Kekuatan-kekuatan itu, sebagai berikut:


1. Kekuatan Kebenaran
Beberapa faktor berkombinasi memberikan kontribusi kepada `kemanjuran' pembacaan paritta. Pembacaan paritta merupakan sebentuk saccakiriya, yaitu sebuah afirmasi atas kebenaran. Perlindungan dihasilkan dari kekuatan afirmasi kebenaran tersebut. Ini berarti menetapkan diri pembaca di dalam kekuatan kebenaran terlebih dulu sebagai modal utama. Dengan modal utama bahwa dirinya diliputi kebenaran, para pendengar pun diajak untuk berlibat di dalam kebenaran tersebut. Itulah sebabnya di akhir paritta ini, biasanya pembaca memberikan afirmasi `blessing' kepada pendengarnya dengan mengucapkan kata-kata `etena sacca vajjena sotti te hotu sabbadâ' yang berarti `dengan kekuatan kebenaran kata-kata ini semoga kamu sembuh/baik. Kekuatan Dhamma atau Kebenaran melindungi pelaksana Dhamma (dhammo have rakkhati dhammacarin) mengindikasikan prinsip di balik pembacaan sutta ini. Apabila semua faktor lainnya sama tingkatnya, maka pembacaan Kebenaran (paritta sutta) akan memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan `doa' semata yang mengandung hasrat melekat atau kata-kata tak bermakna (mantra).


2. Kekuatan Kemoralan
Tahap pertama pelaksanaan Buddha Dhamma adalah kemoralan (Sila). Dilandasi kemoralan yang baik, seseorang seyogyanya berjuang untuk mencapai batin yang tenang dan seimbang. Apabila ini terjadi, maka orang yang memiliki kemoralan akan terlindung dengan sendirinya oleh kekuatan moralnya tersebut. Orang yang mendengarkan pembacaan paritta dari orang yang bermoral akan muncul inspirasi pikiran yang baik secara reflektif induktif muncul pikiran yang bermoral baik yang dapat mengatasi pengaruh buruk dan akhirnya terlindung dari berbagai bahaya. Moralitas pembaca dan yang mendengarkan saling berpengaruh membentuk kombinasi kontribusi kekuatan paritta tersebut. Makin tinggi moralitas pembaca dan pendengarnya, maka kekuatan paritta tersebut akan menjadi makin tinggi.


3. Kekuatan Cinta Kasih
Khotbah yang dilakukan oleh Buddha tidak akan pernah lepas dari cinta kasih. Beliau berjalan ke manapun dengan penuh cinta kasih untuk semua makhluk, memberikan petunjuk, mengkondisikan pencerahan dan membahagiakan banyak makhluk melalui ajaran-Nya. Oleh karena itu, para pembaca paritta pun diharapkan melakukannya dengan penuh cinta kasih dan belas kasihan kepada para pendengarnya dengan mengharapkan mereka berbahagia, terbebas dari penyakit, kesukaran, penderitaan dan mara bahaya. Semakin tinggi cinta kasih yang dikembangkan dan dipancarkan oleh pembaca paritta, maka kekuatannya akan semakin tinggi.


4. Kekuatan Keyakinan
Keyakinan merupakan hal yang sangat penting di dalam semua tindakan. Pembacaan paritta atau `doa' atau `mantra' dengan keyakinan tinggi, akan menimbulkan efek ketenangan yang tinggi bagi batin pembacanya. Tingkat keyakinan yang tinggi dari pendengarnya akan berpengaruh bagi tingkat kemauan pendengar itu mendengarkan dan merenenungkannya. Konflik batin menjadi teratasi, dan ujungnya cittajarupa yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik yang berinteraksi dengan materi tubuhnya tersebut sehingga tingkat kesehatan atau radiasi tubuhnya menjadi lebih baik.


5. Kekuatan Konsentrasi
Pembacaan paritta dengan penuh konsentrasi akan memberikan efek sinkronisasi yang baik terhadap pembaca maupun pendengarnya. Kekuatan kebenaran akan tetap terjaga, harmonisasi tetap terjaga, kestabilan faktor batin yang penuh cinta kasih akan tetap terjaga, keyakinan tetap terjaga penuh. Makin tinggi tingkat konsentrasi maka akan makin tinggi pula kekuatan batin orang tersebut (baik pembaca maupun pendengarnya), dan kekuatan batin ini tentu menjadi kontribusi penting di dalam mengalahkan pengaruh-pengaruh yang negatif.


6. Kekuatan perbuatan (kamma)
Setiap makhluk melakukan perbuatan sejak dulu hingga kini, dalam kehidupan lampau maupun sekarang. Perbuatan tersebut merupakan aksi, dan memiliki potensi untuk menghasilkan akibat. Perbuatan yang dilakukan suatu makhluk terdiri dari perbuatan tidak baik maupun perbuatan baik, dan masing-masing memberikan efek yang setimpal. Tidak baik akibatnya tidak menyenangkan/negatif; baik akibatnya menyenangkan/positif. Di dalam perjalanan bekerjanya, perbuatan ini, saling berinteraksi dan berkombinasi di dalam menimbulkan akibat. Ada perbuatan yang mengkondisikan berbuahnya perbuatan lain yang belum masak menjadi masak atau yang sudah saatnya masak menjadi masak dengan sepenuhnya. Ada pula perbuatan baik yang memotong buah perbuatan tidak baik yang sedang berlangsung hingga selesai. Sebagai contoh, seorang yang sedang sakit…diakibatkan salah satunya oleh akibat perbuatan buruknya yang lampau. Dengan kondisi perbuatan baiknya mendengarkan pembacaan paritta/`doa'/`mantra' dengan penuh konsentrasi dan keyakinan saat itu, serta merta sembuh diakibatkan perbuatan baiknya ini memotong hasil perbuatan buruknya yang menyebabkan dia sakit. Sebaliknya apabila tidak ada perbuatan baik yang ditimbulkan untuk meng-counter akibat perbuatan tidak baik yang lampau atau akibat perbuatan tidak baik yang lampau terlalu kuat mendominasi, maka pembacaan paritta/`doa'/`mantra' dan mendengarkan paritta/`doa'/` mantra' tidak akan serta merta membuahkan hasil, namun bukan berarti sia-sia. Mohon maaf, proses aksi reaksi inilah yang tidak dijelaskan di dalam kitab-kitab para pemeluk firman "Hyang Agung" dalam kasus-kasus di pendahuluan tulisan ini. Proses aksi reaksi dan kombinasi serta interaksinya ini akan menjadi lebih jelas apabila para pembaca menyimak pelajaran `keselarasan perbuatan' (kamma niyama) yang dijelaskan dengan lugas di dalam Tipitaka kitab suci umat Buddha maupun Visuddhimagga, salah satu kitab komentar. (Untuk pembahasan rinci kasus-kasus melalui sudut pandang kamma ini, silakan membaca buku Dhammasakacca karya Pandit Jinaratana Kaharuddin).


7. Kekuatan Suara
Telah lama diyakini bahwa getaran suara yang dihasilkan oleh pembacaan paritta yang harmonis di dalam bahasa Pali atau bahasa yang mudah dimengerti oleh pendengarnya akan berpengaruh kepada gerakan materi di dalam tubuh seseorang. Apabila semua hal kekuatannya sama, maka semakin harmonis pembacaan paritta, gerakan materi di dalam tubuh seseorang akan menjadi harmonis, dan akan mengakibatkan denyut nadi atau saraf yang harmoni. Secara realistis, hal ini menginduksikan ketenangan dan kedamaian fisik maupun batin.


Saudara pembaca, `keyakinan' sering kali menjadi kambing hitam yang diluncurkan para penganut Firman "Hyang Agung" di dalam kasus di atas. Mereka sering kali menyatakan bahwa apabila ada beberapa orang yang ber-`iman' sama tetapi hanya satu yang melihat mukjizat, maka artinya yang tidak melihat mukjizat dipra-anggap "kurang memiliki keyakinan" betapapun `saleh'-nya di dalam kehidupan keagamaannya. Sungguh merupakan kalimat pelarian (escape clause) yang cerdik yang secara halus memaksa seseorang untuk tetap memiliki ketergantungan `keyakinan' kepada Firman Hyang Agung mereka, selama orang yang tidak melihat mukjizat tersebut belum mengerti proses mukjizat sesungguhnya.


Saudara pembaca, singkatnya, penguncaran paritta, `doa' atau `mantra' akan memiliki kekuatan yang tinggi dalam hal kemanjuran, baik untuk mengurangi/menghilangkan efek buruk maupun untuk menimbulkan atau mengembangkan efek baik, dan sepenuhnya sangat tergantung dari kebenaran yang terkandung di dalam kata-katanya, moralitas pembaca dan pendengarnya, keyakinan pembaca dan pendengarnya, konsentrasi pembaca dan pendengarnya, cinta kasih yang ditimbulkan dan dikembangkannya, harmonisasi getaran suara yang dibacakannya, terakhir namun yang terpenting adalah potensi pendengarnya (kamma masing-masing yang pernah dan sedang dipupuknya); jadi tidak tergantung pada label agama/paham tertentu.


Lantas, bagaimana dengan menghidupkan orang mati?
Kematian merupakan satu hal yang pelik, dan terkadang merupakan hal tabu untuk dibicarakan bagi kalangan tertentu. Karena pembatasan-pembatasan tertentu tersebut, penelaahan definisi dan kriteria kematian menjadi beragam sesuai dengan tingkat keterbukaan dan daya tinjau pembahasnya.


Secara kedokteran konvensional, kematian ditetapkan apabila denyut jantung, dan saraf sudah tidak berfungsi total yang dapat ditunjukkan pada alat deteksi monitor denyut jantung/nadi yang secara notabene merupakan deteksi secara fisik.


Di dalam Tipitaka dijelaskan bahwa makhluk masih dikategorikan hidup apabila fisiknya masih terdapat Jivita rûpâ yang merupakan unsur fisik kehidupan. Walaupun jantung dan nadi telah ditetapkan berhenti berdetak dan dianggap oleh orang awam atau kedokteran sebagai "mati", namun selama jivita rupa masih ada, makhluk itu tidak dikatakan mati dalam konteks Buddhis.


Seseorang yang telah terbujur dingin dan dikatakan mati, namun orang tertentu yang terlatih batinnya dapat mengetahui dengan jelas bahwa jivita rupa orang itu masih ada, maka orang piawai itu pun dapat mengkondisikan `kehidupan' (sadar kembali) orang yang dikatakan mati tersebut. Jadi orang piawai itu tidak menghidupkan kembali orang yang telah mati, namun ia mengetahui bahwa orang itu belum mati, dan dia mengetahui cara mengkondisikan orang itu agar sadar dan semua materi tubuh lainnya berfungsi.


Tidak heran, para pemeluk "firman Hyang Agung" menganggap "Hyang Agung" mereka, diyakini menghidupkan kembali orang mati, karena di dalam kitabnya tidak ada penjelasan rinci proses dan kriteria kematian dalam hakekat yang sesungguhnya. Semua kasus, seolah terjadi secara "generatio spontanea" (tiba-tiba terjadi), padahal saudara pembaca pasti telah mengetahui dari pelajaran di sekolah bahwa teori generatio spontanea ini telah dipatahkan para ilmuwan jauh sebelum buku pemeluk firman Hyang Agung ini diterbitkan.


Saudara pembaca… kematian merupakan sifat alamiah bagi semua yang berpadu/lahir. Tidak ada satu pun yang lahir tidak mengalami kematian. Bahkan yang dipraanggap Hyang Agung yang menghidupkan orang mati pada kasus di atas itu pun tak luput dari kematian.


Bagi saudara-saudara yang berminat untuk mendalami lebih jauh akan proses Jivita Rupa, proses kematian dan proses kelahiran dalam hakekat yang sesungguhnya, dapat menyimak ringkasan pelajaran hakekat yang sesungguhnya (Abhidhammatthasangaha), yang merupakan pengantar di dalam mempelajari salah satu bagian Kitab suci umat Buddha, Tipitaka, yaitu Abhidhamma Pitaka. Dengan menyimak uraian ini diharapkan para pembaca tidak terjebak oleh keindahan "mukjizat" dan tidak terpincut oleh "kesaksian" para pihak yang "pernah" melihat/mengalami mukjizat.


Epilog
Saudara-saudara… secara menyeluruh dan hampir merata, masyarakat Indonesia sedang dirundung `malang', kelaparan, kemiskinan, penyakit, gangguan, ancaman, dan sebagainya. Banyak di antara mereka mencari "Mukjizat" instan, dan kemudian memberikan "Kesaksian" bila tercapai atau kadang "direkayasa" untuk bersaksi demi se-onggok kekayaan anicca atau nama harum relatif; tidak terkecuali umat Buddha, banyak juga yang terbawa arus ini. Dengan mengikuti uraian di atas, diharapkan umat Buddha tidak mencari "Mukjizat dan memberikan kesaksian" di luar. Carilah mukjizat di dalam diri sendiri dan bersaksilah kepada diri sendiri …. Mukjizat yang realistis dapat terjadi tergantung kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk munculnya. Kondisi kemunculan mukjizat tersebut, justru berada sangat dekat, di dalam diri sendiri, yaitu perbuatan kita masing-masing, baik perbuatan melalui pikiran, tindakan jasmani maupun perkataan. Faktor-faktor lain hanyalah kondisi pendukung yang harus sinkron dengan perbuatan tersebut. Semoga Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita semua di dalam mengarungi lautan kehidupan. Semoga semua makhluk berbahagia. (SR)


Bahan Bacaan:

* Baptist, E.C. 2001. Abhidhamma Bagi Pemula (Terj. Selamat Rodjali). Tanpa Penerbit.253 hal. Buddhagosa. 1956. The Path of Purification (Visuddhimagga) Terj. Nanamoli. Buddhist Pubblication Society, Sri Lanka. 885p.
* Clare Prophet, Elizabeth. 1987. The Lost Years of Jesus. Summit University Press, New York. 447p.
* Kaharuddin, J. 1989. Abhidhammatthasangaha I. Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, Jakarta. 187 hal.
* Piyadassi. 1999. The Book of Protection. Buddhist Publication Society, Sri Lanka, 138p
* Tony, Daud. 2002. Rahasia Kesembuhan Ilahi. Bethlehem Publisher, 86 hal.
* Tanpa nama. 2002. Mukjizat Bukan Monopoli Orang Kristen. Website terangdunia.com. 1 hal.


[ Dikutip dari Majalah Dhamamcakka ]

Berlatih Meditasi

Meditasi

Oleh Yang Mulia Bhikkhu Ajahn Chah

Saudara-saudara pencari kebajikan yang hadir di sini, dengarkanlah Dhamma dalam damai. Mendengarkan Dhamma dalam damai artinya mendengarkan dengan satu pikiran yang terpusat, memperhatikan apa yang didengar untuk kemudian melepaskan. Mendengarkan Dhamma adalah salah satu berkah utama, sambil mendengarkan Dhamma kita mendorong diri untuk membuat tubuh dan pikiran berada dalam samadhi (salah satu bentuk latihan dhamma). Pada jaman Sang Buddha orang mendengarkan Dhamma dengan penuh perhatian, dengan pikiran yang bercita-cita mencapai pengertian yang benar, dan beberapa orang benar-benar mengerti Dhamma sewaktu mendengarkannya.

Tempat ini sesuai untuk berlatih. Setelah tinggal di sini beberapa hari saya dapat melihat betapa pentingnya tempat ini. Dari luar tempat ini tampak sudah tenang, tinggal dalamnya yaitu hati dan pikiranmu. Jadi saya minta kalian berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh.

Mengapa kalian berkumpul di sini untuk berlatih meditasi? Karena hati dan pikiran kalian tidak mengerti apa yang seharusnya dimengerti. Dengan kata lain, kalian tidak tahu benar-benar bagaimana sebenarnya sesuatu itu atau sesuatu itu sebenarnya apa, kalian tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, apa yang menyebabkan penderitaan dan yang menyebabkan keraguan. Pertama, marilah menenangkan diri, tujuan kalian datang ke sini adalah untuk mengembangkan ketenangan dan kontrol diri karena hati dan pikiran kalian tidak tenang. Pikiran kalian tidak tenang, tidak terkontrol, terombang-ambing oleh keraguan dan keresahan, inilah alasan mengapa kalian berada di sini dan sedang mendengarkan dhamma saat ini.

Saya ingin kalian memusatkan pikiran dan mendengar baik-baik apa yang saya katakan, dan ijinkanlah saya berbicara dengan terus terang karena memang begitulah adanya saya. Mohon dimengerti bahwa meskipun saya berbicara dengan kesan memaksa, saya melakukannya berdasarkan niat baik. Saya mohon maaf jika saya mengatakan sesuatu yang menjengkelkan anda, karena adat Thailand dan Barat tidaklah sama. Sebenarnya berbicara keras bisa jadi baik karena itu akan membantu menggugah orang yang mungkin mengantuk, atau melamun, atau membiarkan pikiran mengembara kemana-mana, bukannya mendengarkan Dhamma. Akibatnya mereka tidak pernah mengerti apapun.

Meskipun tampaknya ada banyak cara untuk berlatih, namun sebenarnya hanya ada satu cara, seperti halnya pohon yang berbuah, memang buahnya mungkin cepat dihasilkan dengan sistem cangkok, tetapi pohon itu sendiri tidak akan menjadi pohon yang kuat dan mampu bertahan lama. Cara lain adalah dengan menanam dari biji, yang akan menghasilkan pohon yang kuat dan ulet, demikian juga dengan latihan.

Ketika saya dulu mulai berlatih, saya sulit memahami hal ini. Selama saya masih belum mengerti apa sebagai apa, meditasi duduk adalah suatu siksaan, bahkan terkadang membuat saya menangis. Kadang saya menargetkan terlalu tinggi, kadang terlalu rendah, tidak pernah seimbang. Berlatih dalam damai berarti menempatkan pikiran tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, melainkan pada titik keseimbangan.

Saya dapat melihat bahwa hal ini sangat membingungkan kalian semua, yang datang dari berbagai tempat dan dengan berbagai macam latar belakang latihan dari berbagai guru. Ketika datang berlatih di sini kalian pasti terganggu dengan berbagai macam keraguan. Guru yang satu mengatakan kalian harus menggunakan metode ini, yang lain menganjurkan metode yang lain lagi. Kalian bertanya-tanya metode mana yang harus dipakai, ragu akan inti latihan hasilnya adalah kebingungan. Begitu banyak guru dan ajaran sehingga seseorang tidak tahu bagaimana menyerasikan latihannya, sebagai hasilnya ada banyak keraguan dan ketidakpastian.

Kalian harus berusaha agar tidak berpikir terlalu banyak, jika kalian berpikir, lakukanlah dengan kesadaran. Tetapi yang terjadi selama ini, pemikiran kalian belum didasari kesadaran. Pertama kalian harus menenangkan pikiran kalian dengan kesadaran dan tidak perlu lagi menaggapi bentuk-bentuk pikiran, lalu kesadaran otomatis akan timbul, dan ini kemudian akan menjadi kebijaksanaan (Pañña). Tetapi pemikiran biasa bukanlah kebijaksanaan, itu hanyalah pengembaraan pikiran yang tidak mempunyai kesadaran dan tujuan, timbulnya keresahan tak lagi dapat dihindari ini bukanlah kebijaksanaan.

Sampai tahap ini kalian tidak lagi perlu berpikir, kalian telah banyak berpikir di rumah bukan? Berpikir hanya akan mengacaukan hatimu. Kalian harus menanamkan suatu kesadaran, pemikiran yang obsesif bahkan dapat membuatmu menangis. Tersesat dalam suatu jalan pikiran tidak akan membawamu menuju kebenaran, hal ini bukanlah kebijaksanaan. Sang Buddha adalah seseorang yang sangat bijaksana, Beliau telah belajar untuk mengendalikan pikiran. Dengan cara yang sama kalian berada di sini untuk belajar mengendalikan pikiran dan mencapai suatu kedamaian. Jika kalian tenang, tidak perlu berpikir sehingga kebijaksanaan otomatis akan muncul.

Untuk meditasi kalian tidak perlu berpikir jauh, cukup dengan tekad bahwa saat ini adalah saatnya melatih pikiran, cuma itu saja. Jangan biarkan pikiran mengembara kemana-mana, tugas kita satu-satunya saat ini adalah melatih kesadaran pada pernafasan. Pusatkanlah perhatianmu pada kepala dan gerakkanlah menuju ke ujung kaki kemudian kembali lagi menuju kepala. Jalankanlah kesadaranmu ke sekujur tubuhmu, amatilah dengan kebijaksanaan. Kita melakukan ini untuk memperoleh pengertian tentang bagaimana adanya tubuh ini. Kemudian mulailah meditasi, ingat bahwa saat ini satu-satunya tugasmu hanyalah mengamati masuk keluarnya nafas. Jangan memaksakan nafas menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya, biarkanlah saja, jangan menekan nafas, biarkanlah ia mengalir dengan teratur, berlatihlah tarikan dan hembusan nafas.

Sewaktu melakukan ini, kalian harus mengerti bahwa kalian melepas, tetapi harus tetap ada kesadaran, kalian harus terus menjaga kesadaran ini, biarkan nafas masuk dan keluar dengan leluasa dan wajar. Pertahankan keteguhan hati bahwa saat ini kalian tidak punya kewajiban dan tanggung jawab yang lain, selain memusatkan perhatian pada obyek meditasi. Pikiran tentang apa yang akan terjadi atau gambaran-gambaran apa yang akan timbul selama meditasi akan terus bermunculan, tetapi biarkan mereka menghilang sendiri, jangan terpengaruh.

Selama meditasi kalian tidak perlu memperhatikan kesan indera. Kapan saja pikiran dipengaruhi oleh perasaan, lepaskanlah. Apakah sensasi-sensasi itu baik atau buruk tidak penting, tidak perlu membuat asumsi apapun dari sensasi-sensasi itu, biarkanlah berlalu dan kembalikan perhatianmu pada pernafasan, jagalah kesadaran pada pernafasan yang masuk dan keluar. Jangan menciptakan penderitaan dengan membuat nafas lebih panjang atau pendek, amati saja tanpa mencoba mengatur atau menekannya dengan cara apapun, dengan kata lain: jangan melekat. Biarkanlah pernafasan berjalan apa adanya dan pikiranpun akan menjadi tenang, kemudian pikiranpun akan meletakkan segalanya dan beristirahat. Nafas menjadi lebih ringan dan terenergi, yang tertinggal hanyalah 'mengetahui secara terpusat'. Kalian dapat mengatakan bahwa pikiran telah berubah dan mencapai suatu keadaan tenang.

Jika pikiran terganggu, tingkatkan kesadaran dan tarik nafas dalam-dalam sampai tidak ada rongga yang tersisa, kemudian hembuskanlah sampai tidak ada yang tersisa. Ikutilah ini dengan tarikan nafas yang dalam lagi, kemudian hembuskan. Lakukan ini dua sampai tiga kali, kemudian susun kembali konsentrasi. Pikiran akan kembali tenang. Jika ada gangguan lagi, ulangi proses itu kembali. Sama halnya dengan meditasi jalan, jika sewaktu berjalan muncul bentuk pikiran yang lain dan mengganggu maka tenangkan pikiran, pusatkan konsentrasi dan kemudian teruskan berjalan. Meditasi duduk dan berjalan pada intinya adalah sama, perbedaannya hanya dalam postur fisik saja.

Kadang kala ada keraguan, jadi kalian harus mempunyai sati (perhatian), mempunyai penyadaran jeli terus-menerus mengikuti dan mengawasi pikiran yang resah dalam bentuk apapun. Begitulah untuk mempunyai sati, sati mengawasi dan menjaga pikiran. Kalian harus tetap menjaga pengetahuan ini dan tidak sembrono atau serampangan, bagaimanapun kondisi pikiranmu.

Tekniknya biarkan sati mengatur dan menguasai pikiran, sekali pikiran telah terpadu dengan sati, semacam kesadaran baru akan muncul. Pikiran yang telah mengembangkan ketenangan senantiasa diawasi oleh ketenangan itu, sama seperti seekor ayam yang terkurung di kandangnya... ayam itu tidak dapat berkeliaran di luar, tetapi masih dapat mondar-mandir dalam kandangnya. Mondar-mandir itu tidak akan menimbulkan masalah karena dibatasi oleh kandang. Demikian juga kesadaran yang timbul saat pikiran mempunyai sati dan tenang tidak akan menimbulkan masalah. Pemikiran atau sensasi yang terjadi pada pikiran yang tenang tidak dapat menyebabkan ganggauan atau kerusakan.

Beberapa orang tidak ingin mengalami pikiran atau perasaan sama sekali. Ini keterlaluan, perasaan tetap timbul sekalipun pada waktu pikiran tenang. Pikiran mengalami sekaligus perasaan maupun ketenangan, tanpa terganggu, pada saat ada ketenangan semacam ini tidak akan ada akibat yang merugikan. Masalah timbul saat "ayam" lepas dari "kandangnya". Sebagai contoh, kalian mungkin sedang mengamati nafas kalian ketika tiba-tiba pikiran kalian melayang kembali ke rumah atau mengembara ke tempat lain, yang mungkin setelah setengah jam atau lebih baru kalian sadari bahwa sebenarnya kalian harus berlatih meditasi. Kemudian kalian menyesali diri karena kurangnya sati dalam dirimu, di sinilah kalian harus hati-hati, karena di sinilah ayam meninggalkan kandangnya-pikiran meninggalkan basis ketenangan.

Kalian harus terus menjaga kesadaran dengan sati dan menarik pikiran kalian kembali. Meskipun saya menggunakan kata-kata "menarik kembali", sebenarnya pikiran itu tidak pergi kemana-mana. Hanya obyek kesadarannya yang telah berubah. Kalian harus membuat pikiran tinggal di sini saat ini. Sepanjang ada sati maka pikiran akan hadir, tampaknya kalian menarik balik pikiran tetapi sebenarnya pikiran itu tidak pergi hanya sedikit berubah. Tampaknya pikiran pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sebenarnya perubahan itu terjadi tepat pada satu titik. Ketika sati ditegakkan kembali, dengan sekejap kalian akan kembali pada pikiran tanpa harus menariknya dari manapun.

Bila ada pengetahuan total, berarti ada suatu kesadaran yang terus-menerus serta tidak terpatahkan, inilah yang disebut kehadiran pikiran. Jika perhatian kalian beralih dari nafas ke tempat yang lain, pengetahuan itu terpatahkan. Kapanpun ada kesadaran pada pernafasan, pikiran ada di situ, hanya dengan nafas dan kesadaran yang terus-menerus ini kalian mempunyai kehadiran pikiran.

Harus ada sati dan sampajañña, sati adalah perhatian dan sampajañña adalah kesadaran diri. Saat ini kalian dengan jelas sadar akan pernafasan. Latihan mengamati nafas ini membantu sati dan sampajañña berkembang bersama. Mereka saling bagi tugas. Mempunyai sati dan sampajañña itu sama halnya seperti mempunyai dua orang pekerja untuk mengangkat kayu yang berat. Misalkan ada dua orang yang mencoba mengangkat kayu yang sangat berat, tetapi begitu beratnya sampai-sampai mereka merasa tidak kuat lagi. Kemudian ada orang lain yang dikaruniai niat baik, melihat mereka dan cepat-cepat menolong. Demikian pula, bila ada sati dan sampajañña, maka pañña (kebijaksanaan) akan muncul di tempat yang sama untuk membantu, kemudian ketiganya saling mendukung.

Dengan pañña akan didapatkan pengertian mengenai obyek sensasi. Misalnya, selama meditasi obyek sensasi muncul dan menyebabkan timbulnya perasaan dan suasana hati. Kalian mungkin mulai memikirkan seorang teman, tetapi kemudian pañña harus segera muncul dan mengatakan, "tidak jadi masalah", "lupakan" atau "berhenti". Atau jika timbul pikiran ke mana kalian akan pergi besok, maka reaksi yang terjadi seharusnya "Saya tidak tertarik, saya tidak ingin membebani diri dengan hal-hal semacam itu". Mungkin kalian akan mulai memikirkan tentang seseorang maka kalian harus mengatakan, "Tidak, saya tidak mau terlibat", Lepaskan saja" atau "Semua ini tidak pasti dan tidak akan pernah pasti". Beginilah kalian harus menghadapi hal-hal yang timbul selama meditasi, mengenali mereka sebagai "tidak pasti, tidak pasti", dan tetap menjaga kesadaran.

Kalian harus melepaskan segala bentuk pemikiran, percakapan batin dan keragu-raguan. Jangan terperosok dalam hal-hal semacam ini selama meditasi. Pada akhirnya yang tinggal dalam pikiran adalah bentuk termurni dari sati, sampajañña dan pañña. Kapan saja ketiga hal ini melemah, keraguan akan muncul. tetapi cobalah untuk segera meninggalkan segala macam keraguan itu, sisakan saja sati, sampajañña dan pañña. Cobalah untuk mengembangkan sati sampai ia bisa tetap ada setiap waktu. Dengan begitu kalian akan memahami sepenuhnya sati, sampajañña dan samadhi.

Memusatkan perhatian pada tahap ini, kalian akan melihat sati, sampajañña, samadhi dan pañña Bersama. Setiap kali kalian terpesona atau tertarik oleh obyek sensasi luar, kalian akan mampu mengatakan "ini tidak pasti". Bagaimanapun juga mereka hanyalah halangan-halangan yang harus disingkirkan sampai pikiran menjadi bersih. Yang harus tertinggal hanyalah sati-perhatian, sampajañña-kesadaran yang jernih, samadhi-pikiran yang teguh dan tidak ragu-ragu, dan pañña-kebijaksanaan. Untuk sementara waktu saya hanya akan mengatakan ini saja tentang subyek meditasi.

Sekarang tentang alat bantu dalam berlatih meditasi, harus ada metta (kasih sayang) dalam hatimu, dengan kata lain: kualitas kebaikan hati, kemurahan hati dan sifat suka membantu. Ini semua harus dijaga sebagai fondasi bagi pemurnian mental. Misalnya, mulai menyingkirkan lobha atau keserakahan, ketika orang egois mereka tidak bahagia. Keegoisan membawa rasa tidak tenteram, tetapi orang terus saja cenderung menjadi egois tanpa menyadari bagaimana pengaruhnya terhadap mereka.

Kalian dapat mengalami hal ini kapan saja, khususnya saat kalian lapar. Misalkan kalian mempunyai beberapa buah apel dan mempunyai kesempatan untuk membaginya dengan teman-teman; kalian mempertimbangkannya sebentar, dan memang niat untuk memberi sudah ada, tetapi memberi apel yang lebih kecil. Memberikan yang besar... sayang (sulit untuk berpikiran lurus). Kalian menyuruh mereka langsung saja mengambil tetapi kemudian kalian berkata, "Ambillah yang ini!" dan memberi apel yang kecil! Ini adalah salah satu bentuk keegoisan yang jarang diperhatikan. Pernahkah kalian seperti ini?

Kalian harus benar-benar melawan arus-memberi semacam itu, meskipun kalian benar-benar ingin memberikan apel yang kecil, kalian harus memaksa diri untuk memberikan yang besar. Tentu saja, segera setelah kalian memberikan apel yang besar kalian akan merasa senang dalam hati. Melatih pikiran untuk melawan arus seperti ini membutuhkan disiplin, kalian harus tahu bagaimana memberi dan bagaimana melepaskan, tidak membiarkan keegoisan melekat. Segera setelah kalian belajar bagaimana memberi pada orang lain, pikiran kalian akan menjadi riang. Jika kalian masih belum tahu bagaimana memberi, jika masih ragu-ragu buah mana yang diberikan, maka bila kalian memaksakan diri dan meskipun kalian akhirnya memberikan apel yang lebih besar, akan tetap ada perasaan enggan. Tetapi segera setelah kalian dengan tegas memutuskan untuk memberikan yang lebih besar, masalahnya terselesaikan dan terlewatkan. Inilah melawan arus dengan cara yang benar.

Dengan melakukan hal ini, kalian memenangkan penguasaan terhadap diri sendiri. Jika tidak dapat melakukan hal ini, kalian akan menjadi korban dan terus menjadi egois. Kita semua telah menjadi egois di masa lalu. Ini adalah kekotoran batin yang harus dihilangkan. Dalam bahasa Pali, kata 'memberi' adalah 'dana', yang artinya: membawa kebahagiaan pada orang lain. Ini adalah salah satu cara untuk membantu membersihkan pikiran dari kekotoran batin. Renungkanlah hal ini dan kembangkanlah dalam latihanmu.

Kalian mungkin menganggap bahwa cara berpikir seperti ini melibatkan pemburuan diri sendiri, tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Sebenarnya ini adalah pemburuan terhadap kemelekatan dan kegelapan batin. Jika kegelapan itu timbul kalian harus melakukan sesuatu untuk menggantinya. Kekotoran batin sama halnya seperti kucing liar,jika kalian memberinya makanan ia akan terus datang. Tetapi jika kalian berhenti memberinya makan, setelah beberapa hari mereka akan berhenti berdatangan. Sama halnya dengan kekotoran batin, dia tidak akan datang untuk mengganggu, sehingga pikiran kalian berada dalam damai. Jadi jangan takut menghadapi kekotoran batin itu, melainkan buatlah kekotoran batin itu takut padamu, untuk membuat kekotoran batin takut, kalian harus melihat Dhamma dalam pikiranmu sekarang juga.

Di mana Dhamma muncul? Ia muncul bersama pengertian dan pengetahuan kita. Semua orang bisa dan mampu mengerti Dhamma, ini bukanlah sesuatu yang harus dicari di buku-buku. Kalian tidak harus belajar banyak untuk bisa melihatnya, renungkanlah sekarang uraian yang tadi saudara dengar maka kalian akan bisa melihat Dhamma, semua dapat melihatnya karena ia berada dalam hati kita masing-masing. Semua mempunyai kegelapan batin bukan? Jika kalian mampu melihatnya, kalian akan mengerti. Dahulu kalian melihat kekotoran tersebut dan memanjakannya, tetapi sekarang kalian harus mengenali kekotoran batinmu dan tidak mengijinkannya datang dan mengganggumu lagi.

Latihan pokok yang lain adalah kontrol moral (sila), sila memperhatikan dan menjaga latihan sama seperti orang tua memperhatikan dan menjaga anaknya. Menjaga kontrol moral tidak hanya menghindari perbuatan mencelakai orang lain, melainkan juga membantu dan mendukung mereka. Paling tidak kalian harus menjaga lima aturan yaitu:

1.

Bukan hanya tidak membunuh atau dengan sengaja melukai orang lain, tetapi juga menyebarkan niat baik pada semua makhluk.
2.

Jujur, menahan diri agar tidak melanggar hak orang lain, atau dengan kata lain tidak mencuri.
3.

Mengetahui keseimbangan dalam hubungan seksual: dalam kehidupan rumah tangga ada struktur di dalamnya, yang berdasarkan pada isteri dan suami. Mengenali siapa suamimu dan siapa istrimu adalah mengenali keseimbangan, mengetahui ikatan yang layak dalam aktivitas seksual. Beberapa orang tidak tahu batasannya; Satu suami atau satu isteri tidak cukup, mereka harus mempunyai yang kedua, ketiga. Menurut saya, satu partnerpun cukup, jadi punya dua atau tiga semata-mata hanyalah pemanjaan diri. Kalian harus berusaha membersihkan pikiran dan melatihnya untuk mengerti keseimbangan, mengetahui keseimbangan adalah kemurnian sejati, tanpa ini maka tingkah laku kalian tidak ada batasnya lagi.
4.

Jujur dalam berkata-kata ini adalah salah satu alat untuk menghilangkan kekotoran batin, kalian harus jujur dan lurus, harus berkata-kata yang benar dan nyata, tidak memfitnah.
5.

Menahan diri agar tidak terlibat dengan yang memabukkan, atau yang mendatangkan ketagihan. Kalian harus bisa menguasai diri dan memilih untuk tidak terlibat dalam hal-hal semacam ini sama sekali. Orang sudah cukup dimabukkan oleh saudara, teman, harta benda dan sebagainya. Itu saja sudah cukup, tanpa harus memperburuk keadaan dengan mamakai barang-barang yang memabukkan. Hal-hal semacam itu hanya menggelapkan pikiran. Mereka yang sudah memakai dalam jumlah besar harus mencoba untuk perlahan-lahan mengurangi dosis dan pada akhirnya berhenti sama sekali. Ketika memakan makanan yang lezat jangan terlalu larut dalam kelezatan, perhitungkan jumlah yang harus dikonsumsi menurut kebutuhan. Jika terlalu banyak kalian akan mengalami kesulitan. Mungkin saya harus meminta maaf, tetapi perkataan saya ini adalah demi kepentingan anda, supaya kalian bisa mengerti apa yang baik dan apa yang buruk bagi kalian. Kalian perlu tahu sesuatu itu sebenarnya apa. Apakah hal-hal yang menekan kalian setiap saat? Tindakan-tindakan apa yang menyebabkan tekanan ini? Perbuatan baik membawa akibat yang baik dan perbuatan buruk membawa akibat yang buruk. Inilah penyebab-penyebabnya.

Segera setelah kontrol diri menjadi murni, akan timbul kejujuran dan kebaikan terhadap orang lain, kalian akan tenteram dan terbebas dari kekhawatiran dan penyesalan. Tidak akan ada tindakan yang agresif dan mencelakakan sehingga tidak akan ada penyesalan yang timbul, ini adalah bentuk kebahagiaan, hampir sama seperti keadaan surga, nyaman. Kalian dapat makan dan tidur dengan nyaman yang timbul dari kontrol diri, inilah buahnya, sedangkan menjaga kontrol diri adalah penyebabnya. Inilah prinsip latihan Dhamma-menahan diri agar tidak melakukan perbuatan buruk sehingga timbullah kebaikan. Jika kontrol diri dijaga seperti ini, kejahatan akan hilang dan niat baik akan timbul. Ini adalah hasil latihan yang benar.

Tetapi bukan ini akhir ceritanya, segera setelah orang mencapai sedikit kebahagiaan mereka cenderung untuk tidak lagi memperhatikan dan tidak lagi berusaha untuk maju dalam latihan. Mereka tersangkut dalam kebahagiaan, mereka tidak mau lagi maju, mereka memilih kebahagiaan "surga". Memang nyaman, tetapi itu bukan pengertian yang sebenarnya, kalian harus terus melakukan perenungan untuk menghindar dari khayalan, teruslah merenungkan kerugian kebahagiaan ini. Semuanya hanya sementara, bukan hal yang pasti, tidak bertahan selamanya, segera kalian akan terpisah darinya. Begitu kebahagiaan lenyap, penderitaan akan timbul dan air mata mengalir lagi, bahkan makhluk-makhluk surgapun akhirnya menangis dan menderita.

Sang Buddha mengajarkan kita untuk melihat kerugian, dari sisi kebahagiaan yang tak memuaskan. Biasanya ketika kebahagiaan semacam ini dialami, tidak ada pengertian yang benar, kedamaian yang tahan lama tertutup oleh kebahagiaan semu semacam ini. Kebahagiaan yang semu bukanlah kedamaian yang pasti, melainkan hanya salah satu bentuk kekotoran batin, saringan dari kekotoran batin yang kita lekati. Semua ingin bahagia, kebahagiaan timbul karena rasa suka kita akan sesuatu. Segera setelah rasa suka itu hilang, penderitaan muncul. Kita harus merenungkan kebahagiaan tersebut untuk melihat ketidak-pastian dan keterbatasannya. Begitu sesuatu berubah, penderitaan muncul. Penderitaan inipun tidak pasti, jangan berpikir bahwa itu tetap atau mutlak. Perenungan semacam ini disebut Âdînavakathâ, perenungan tentang ketidak-puasan dan keterbatasan dunia yang terkondisi. Lebih baik merenungkan kembali daripada hanya menerima kebahagiaan begitu saja. Melihat bahwa sesuatu tidak pasti, kalian seharusnya tidak melekat erat-erat padanya, kalian harus memegangnya tetapi kemudian melepaskan, melihat baik keuntungan maupun kerugian kebahagiaan. Untuk dapat bermeditasi dengan trampil kalian harus melihat kerugian yang ada dalam kebahagiaan, renungkanlah hal ini; ketika kebahagiaan timbul, merenunglah sampai kerugiannya itu tampak jelas.

Bila kalian melihat bahwa segalanya tidak sempurna, hati kalian akan mengerti tentang Nekkhammakathâ, perenungan tentang pembebasan dari nafsu. Pikiran menjadi tidak tertarik dan mencari jalan keluar. Ketidak-tertarikan ini timbul karena telah melihat sebagaimana adanya, bagaimana rasa itu adanya, bagaimana cinta dan benci adanya. Tidak tertarik artinya kita tidak lagi mempunyai keinginan untuk melekat pada sesuatu. Ada penarikan diri dari kemelekatan,pada suatu titik di mana kalian diam dengan nyaman, mengawasi dengan kestabilan yang bebas dari kemelekatan. Ini adalah kedamaian yang timbul dari latihan.

[ Dikutip dari Hidup Sesuai Dhamma ]

Wednesday, June 2, 2010

Alam Semesta Dalam Berbagai Teori


Teori Big Bang

9 April 2008

LankaWeb,
California, Amerika Serikat – Kepercayaan atas awal dari semesta merupakan hal yang mendasar bagi kebanyakan agama dan juga bagi sains. Teori Big Bang atau Ledakan Besar, yang menyatakan bahwa alam semesta berawal sekitar 13.7 milyar tahun yang lalu, bersama dengan ruang dan waktu, diperkirakan merupakan penjelasan terbaik secara sains bagaimana alam semesta dimulai.

Pada tahun 1922, meteorologiwan dan matematikus asal Rusia, Alexander Friedman menggunakan teori Relativitas Umum Einstein untuk menyusun sebuah model dari perluasan/pengembangan alam semesta. Seorang kosmologiwan dan rohaniawan asal Belgia, George Lemaitre secara indipenden melakukan hal yang sama pada tahun 1927 dan memberikan nama bagi kondisi awal alam semesta yang sangat kecil sekali tersebut sebagai “atom primodial”. Pada tahun 1946, fisikawan Rusia-Amerika, George Gamow mampu mempertunjukkan 300 ribu tahun pertama dari eksistensi alam semesta, suhunya, dan kepadatan yang begitu besar yang tidak satupun struktur yang ada sekarang bisa eksis dan yang hanya berisi partikel-partikel elemen dan radiasi.

Menurut teori, awal bagi “ledakan besar” adalah tidak ada apapun; saat dan setelah momen (“ledakan besar”) tersebut barulah ada sesuatu, yaitu alam semesta kita. Oleh karena itu, teori Ledakan Besar adalah suatu usaha untuk menjelaskan apa yang terjadi saat dan setelah momen (setelah “ledakan besar”) tersebut. Jika alam semesta kita berawal dari sesuatu yang sangat kecil sekali, sangat panas, ketunggalan yang sangat padat, lalu dari manakah asal dari ketunggalan ini? Teori Ledakan Besar tidak mampu menjelaskan hal ini.

Teori Ledakan Besar juga dianut oleh banyak ahli teologi di Eropa seperti Paus Pius XII. Pada tahun 1951, Paus Pius XII menghubungkan perkataan Tuhan dalam Kitab Kejadian, “Jadilah terang,” untuk menyebut ledakan yang terjadi pada “ledakan besar” dan sejak saat itu, teori Ledakan Besar menjadi teori yang populer sebagai teori awalnya semesta.

Apakah mungkin bagi ilmuwan Buddhis dari suku Sinhala di Sri Lanka mengusung sebuah teori yang akan menjelaskan mengenai alam semesta? Menurut Buddhisme, ruang dan waktu hanyalah konsep yang diciptakan oleh persepsi kita terhadap dunia, dan tidak ada eksistensi yang terlepas dari persepsi kita. Dengan kata lain, mereka adalah hal yang tidak “nyata”.

Gagasan akan sebuah permulaan waktu yang mutlak merupakan sebuah kecacatan, menurut pemikiran Buddhis. Umat Buddhis juga tidak mempercayai adanya awal waktu dan ruang yang nyata yang muncul tanpa sebab-sebab atau kondisi-kondisi. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat memulai dari awal untuk eksis atau berhenti untuk eksis. Yang ada hanyalah perubahan. Teori seperti Ledakan Besar pastilah semata-mata sebuah episode dari suatu rangkaian berkelanjutan yang tanpa sebuah awal ataupun sebuah akhir.

Buddhisme mengangap bahwa fenomena tidaklah benar-benar “lahir”, artinya mereka terlepas dari ketidakberadaan untuk menjadi keberadaan. Mereka eksis hanyalah dalam istilah relatif atau istilah umum/konvensional (sammuthi-sacca). Kebenaran konvensional muncul dari pengalaman kita akan dunia, dari cara biasa yang kita terima, yaitu, dengan menganggap segala sesuatu itu eksis secara obyektif. Buddhisme mengatakan bahwa persepsi-persepsi seperti itu adalah menyesatkan dan pada akhirnya fenomena tidak memiliki keberadaan yang hakiki. Ini adalah “kebenaran mutlak” (paramattha-sacca). Dalam pemahaman ini, pertanyaan akan penciptaan menjadi sebuah masalah yang sumbang semenjak gagasan akan penciptaan itu sendiri hanya diperlukan dalam sebuah dunia objektif.

Namun, hal ini tidak menghalangi kita dari menciptakan sebuah teori bagi alam semesta dalam dunia konvensional selama kita menyadari akan perbedaan antara sammuthi-sacca dan paramattha sacca.

Teori alam semesta kita dapat berdasarkan pada konsep-konsep Buddhis dari samvatta-kappa, vivatta-kappa (Anguttara Nikaya, Agganna Sutta) dan paticca-samuppada. Vivatta-kappa dapat diartikan sebagai ekspansi (pengembangan) waktu dan samvatta- kappa dapat diartikan sebagai kontraksi (pengerutan) waktu. Perputaran waktu samvatta dan vivatta ini disebut kappa (kalpa dalam bahasa Sanskerta) yang secara kasar diartikan sebagai masa waktu yang tidak dapat diperkirakan atau masa waktu yang sangat lama.

Lebih jauh, perputaran waktu ini dibagi menjadi empat bagian: 1. Periode ekspansi/pengembangan (vivatta-kappa). 2. Periode dimana alam semesta tetap berada dalam kondisi pengembangan (vivatta-tthayi). 3. Periode kontraksi/pengerutan (samvatta-kappa), dan 4. Periode dimana alam semesta tetap dalam kontraksi/pengerutan (samvatta-tthayi). Dikatakan bahwa keempat periode tersebut masing-masing terdiri atau dibagi ke dalam 20 anatara-kappa. Dua puluh anatara-kappa sebanding dengan satu asankheyya-kappa (tak terhitung), dimana masing-masing keempatnya disebut asankheyya-kappa. Seluruh perputaran waktu (empat asankheyya-kappa) disebut dengan maha-kappa (kappa besar). Masa sekarang merupakan salah satu dari dua puluh antar-kappa dalam vivatta-tthayi (periode dimana alam semesta tetap berada dalam kondisi pengembangan).

Menurut Buddhisme alam eksistensi (kehidupan) dapat dibagi menjadi tiga dunia/alam (loka), alam tanpa wujud/materi (arupa-loka), alam wujud/materi (rupa-loka) dan alam napsu (kama-loka). Dikatakan bahwa para dewa yang tinggal, misalnya di alam brahma Abhassara memiliki panjang usia sekitar delapan maha-kappa dimana lebih lama dari satu masa perputaran dunia. Apakah ini berarti para dewa ini “eksis” di luar (dimanapun) dari alam semesta tiga dimensi (mungkin dimensi yang lebih tinggi lagi) seperti yang kita ketahui? Mungkinkah alam-alam ini merupakan alam semesta yang berbeda atau yang banyak versi (bukan berarti kemungkinan adanya banyak alam semesta, tetapi mengajukan kemungkinan adanya hubungan ruang dan waktu antara alam yang berbeda) ?

Dalam teori kita, perputaran/siklus semesta (bukan berarti berputar atau mengalami pengulangan) dapat digambarkan sebagai pembagian empat periode: pembentukan, keberlangsungan, kehancuran dan masa kondisi tidak bermanifestasi yang mungkin merupakan kondisi jedah antara dua alam semesta. Siklus ini tidak berakhir maupun berawal. Periode keempat, samvatta-tthayi (periode pengerutan), dapat dianggap sebagai sebuah masa dimana alam semesta mengalami keabsenan (tidak muncul). Skenario dimana suatu saat alam semesta akan mengalami keruntuhan ke dalam dirinya sendiri merupakan hal yang jauh dari pembuktian secara ilmiah. Kita dapat mengatakan bahwa alam semesta mengalami pengembangan dan mencapai sebuah volume yang maksimal dan kemudian mengalami pengerutan sampai volume yang minimal. Mungkin terdapat kondisi jedah yang dapat digambarkan sebagai laju percepatan pengembangan/pengerutan ataupun laju perlambatan pengembangan/pengerutan. Kita mungkin juga bisa menunjukkan volume, suhu, dan kepadatan alam semesta yang tidak akan menjadi tanpa batas pada titik manapun di dalam siklus tersebut seperti yang pernah diajukan oleh beberapa orang, tetapi mencapai sebuah keterbatasan.

Teori kita nampaknya berlawanan dengan dua gagasan utama astronomi modern.

Menurut astronomi modern, jika alam semesta memang memulai siklus lain, maka mereka akan berbeda semuanya. Alam semesta akan membentuk lebih banyak lagi energi, sehingga siklus yang baru akan bertahan lama dari siklus sebelumnya dan ukuran maksimal alam semesta akan menjadi lebih besar dan lebih besar lagi. Jika alam semesta tidak memiliki cukup materi untuk gravitasi untuk menghentikan pengembangannya, maka alam semesta akan terus mengembang sampai akhir waktu dan tidak akan mengalami siklus

Kedua, jika pengembangan alam semesta dapat mengalami pengulangan, sejauh yang telah diamati, maka alam semesta harus memiliki materi lebih banyak lagi. Menurut para ilmuwan, menemukan berapa banyak materi yang dimiliki alam semesta adalah hal yang sulit semenjak adanya sejumlah besar “dark matter” (materi hitam) yang tidak mengeluarkan radiasi apapun dan memiliki medan gravitasi yang lemah. Observasi terbaru terhadap supernova atau ledakan bintang di galaksi lain nampaknya menunjukkan bahwa pengembangan alam semesta sebenarnya mengalami percepatan. Percepatan pengembangan ini menegaskan keberadaan “dark energy” (energi hitam) yang misterius. Jika ini masalahnya, maka alam semesta akan mengalami pengembangan selamanya yang mana berbeda dengan teori kita. Meskipun demikian teori-teori baru seperti model cyclic nampaknya sependapat dengan model kita. Gagasan baru ini nampaknya belum didukung oleh observasi.

Jika kita menggunakan konsep-konsep Buddhis secara hati-hati dengan pengetahuan kita sekarang, suatu saat kita akan mampu mengajukan teori alam semesta dan evolusi kita sendiri, dan dalam prosesnya kita dapat menyumbang pemahaman yang berharga bagi sains modern. Dengan panduan Professor Nalin de Silva, purwarupa teori-teori kita nampaknya akan dituliskan dalam papan tulis di Universitas Kelaniya.

(Oleh: Akila Weerasekera)

http://berita.bhagavant.com/2008/04/09/teori-big-bang.html
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...