Monday, September 20, 2010

KONTROVERSI BAHIYA SUTTA

by Sunny Tan on Monday, September 20, 2010 at 12:09pm
**HILANGNYA DHAMMA SEJATI**

Sebelum mengajar orang lain, kita harus mempelajari dan memahami empat Nikâya dengan jelas. Menurut Buddha, mengajarkan yang salah akan menyebabkan hilangnya Dhamma sejati. Dalam Samyutta Nikaya 16.13, Buddha menyatakan ada lima penyebab hilangnya Dhamma sejati. Dhamma sejati tidaklah hilang secara mendadak bagaikan kapal yang tenggelam. Hilangnya Dhamma sejati akan terjadi secara bertahap.

Lima hal yang menyebabkan hilangnya Dhamma sejati adalah:

1).Tidak menghormati Buddha; Dengan kata lain, orang-orang menganggap dirinya sebagai Umat Buddha namun tidaklah menghormati Buddha seperti kepada makhluk lainnya.

2).Tidak menghormati Dhamma, yakni Sutta dari Buddha dalam empat Nikâya. Di Samyutta Nikaya 20.7, Buddha berkata bahwa di masa depan orang-orang tidak ingin mendengarkan dan menguasai khotbah-khotbah Buddha. Mereka lebih senang mendengarkan dan menguasai apa yang diajarkan para siswa, yakni bhikkhu lain, dan ini hanya "puisi belaka", dibandingkan dengan ajaran Buddha. Jadi kita harus berkonsentrasi mempelajari empat Nikâya daripada buku-buku lain!

3).Tidak menghormati Sangha. Dengan berbagai alasan, umat awam mungkin lalai menjalankan tugas mereka dalam menyokong para bhikkhu sehingga garis silsilah Sangha terputus dan punah.

4).Tidak menghargai Pelatihan, yakni pelatihan Sîla, Samâdhi, dan Pañña. Orang menyepelekan pelatihan ini dan ada yang bahkan berkata bahwa Sîla dan Samâdhi itu tidak perlu, dan sebagainya.

5).Tidak menghargai Samâdhi, yakni empat Jhâna. Beberapa orang mengajarkan bahwa Jhâna tidak penting dan tidak diperlukan untuk pencerahan. Ini dengan sendirinya akan menyebabkan hilangnya Dhamma sejati.

Sumber : -Y.M. Dhammavuddho Mahâthera - SN 16.13 : Saddhammapatirûpaka Sutta - SN 20.7 : Âni Sutta, http://tanhadi.blogspot.com/, http://www.tamandharma.com/

 Di dalam Dhammapada, SANG BUDDHA MENGGARISBAWAHI PENTINGNYA JHANA, dengan bersabda:

TANPA JHANA, TAK ADA KEBIJAKSANAAN;
TANPA KEBIJAKSANAAN, TAK ADA JHANA;
TAPI DIA YANG TELAH MEMILIKI JHANA DAN KEBIJAKSANAAN;
SEBENARNYA TELAH DEKAT PADA NIBBANA.

(Dhammapada :372)

Sumber: http://tanhadi.blogspot.com/2010/07/kumpulan-sabda-sang-buddha-pencapaian.html


**AJARAN KEPADA BAHIYA**

[Ceramah ini disampaikan kepada Para Bhikkhu di Bodhinyana Monastery oleh Ajahn Brahmavamso pada 29 Mei 2005.]

Banyak umat Buddha terlalu banyak memikirkan tentang Dhamma, tetapi terlalu sedikit mempraktikkannya. Kurangnya pengalaman dari seperti apa itu menjaga sila, dan kekurangan data yg dipasok oleh jhāna-jhāna, secara gegabah mereka membengkokkan Dhamma dgn pemikiran muluk mereka sendiri. Sayangnya, beberapa Buddhis seperti ini justru adl Para Guru Dhamma.

Sebuah contoh dari Ajaran Buddha yg terbengkokkan dapat dilihat dalam ajaran singkat Buddha yg terkenal yg disampaikan kepada Bahiya, sebagaimana tercatat dlm Udāna 1.10. Bahiya bukalah seorang bhikkhu. Sutta tdk mencatat dia memberikan dana atau mengambil pernaungan pada Tiga Permata, atau menjalani sila apapun. Lagipula sutta sama sekali tdk menyebutkan bahwa Bahiya pernah bermeditasi, apalagi mencapai sebuah jhāna. Namun, dlm waktu beberapa detik setelah menerima sebuah pengajaran yg sangat ringkas dari Buddha, Bahiya menjadi tercerahkan sepenuhnya, seorang Arahanta.

Episode ini sangat terkenal dlm lingkungan Buddhis, krn episode ini tampaknya membuat Pencerahan menjadi begitu mudahnya. Tampak bahwa anda tdk perlu menjadi seorang bhikkhu, anda bisa pelit, dan tdk memberikan dana; tdk perlu ada seremoni, seperti mengambil pernaungan, sila tdk perlu, dan bahkan meditasi bisa dihindari! Betapa leganya! Yg anda perlukan hanyalah kecerdasan. Dan setiap orang merasa dirinya cerdas (anda rasa anda cerdas, ya kan?). Hal ini membuat ajaran kepada Bahiya menjadi menarik dan terkenal.

Jadi seperti apakah ajaran ini? Berikut ini adl terjemahan saya sendiri:
“Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: dalam penglihatan akan sekedar apa yg terlihat; dalam pendengaran akan sekedar apa yg terdengar; dalam rasa (penciuman, pengecapan, perabaan) akan sekedar apa yg terasa; dalam yg dikenali akan sekedar apa yg dikenali. Berlatihlah dgn cara ini, Bahiya, engkau tdk akan menjadi ‘karena itu’. Bila engkau bukan ‘karena itu’, engkau tdk akan menjadi ‘di dalam itu’. Dan ketika engkau tidak ‘di dalam itu’, maka engkau tdk akan menjadi disini maupun di luar, pun diantara keduanya. Inilah akhir dari penderitaan.”
Dan kemudian Bahiya tercerahkan. Kedengarannya mudah, ya kan? Anda hanya perlu membaca ajaran yg sama. Apakah anda mencapai Pencerahan penuh? Tidak! Kenapa tidak?

Seperti biasa, ada cerita lebih panjang yg tak tercatat di dalam sutta. Sering terjadi kasus sutta-sutta hanya mencatat bagian-bagian penting dari sebuah episode yg panjang. Seperti halnya album foto pernikahan tdk menyimpan pertemuan pertama, kencan, dan pertengkaran, banyak sutta tdk merekam semua hal yg terjadi sebelum pamuncaknya. Jadi bagaimana lengkapnya kisah Bahiya?

Bagaimana kita dapat meletakkan akhir dari kisah itu, yg dicatat demi anak-cucu di dalam Udāna, ke dalam konteks lengkapnya? Untunglah, kisah lengkapnya tercatat di dalam Apadana (kisah kehidupan lampau para Arahanta) dan dalam kitab-kitab komentar.

Dalam kehidupan lampaunya, Bahiya adl seorang Bhikkhu murid Buddha Kassapa. Bersama-sama dgn enam Bhikkhu lainnya, dia memanjat sebuah gunung curam ke atas sebuah karang besar. Lalu mereka membuang tangga, dan meneguhkan diri utk tetap berada di atas karang besar itu sampai mereka tercerahkan atau mati. Salah satu dari tujuh Bhikkhu itu menjadi Arahat , seorang yg lain menjadi Anagami (Yang-Tak-kembali), dan lima orang sisanya meninggal di gunung tsb. Bahiya adl salah satu dari lima orang yg meninggal tsb. Dalam kehidupan terakhirnya, bahiya adl seorang pelaut, yg sukses menyebrangi lautan sebanyak tujuh kali. Pada perjalanan ke delapan, kapalnya karam, tetapi ia berhasil selamat ke pantai dgn mengapung di atas gelondongan kayu. Karena kehilangan seluruh pakaiannya, dia membuat pakaian sementara dari kulit kayu, dan pergi utk meminta makanan di kampung Suppārakā. Penduduk kampung terkesan dgn penampilannya dan mempersembahkan makanan, penghormatan, dan bahkan seperangkat jubah mahal kepadanya. Ketika Bahiya menolak baju baru itu, para penduduk malah lebih menyanjungnya lagi. Bahiya mendapatkan kehidupan yg nyaman, dan dgn begitu dia tdk kembali ke laut. Org-org menganggap Bahiya sebagai seorang Arahanta, dan segera Bahiya pun menganggap bahwa dia adl seorang Arahanta!


Pada titik itu, sesosok Brahma membaca pikiran keliru Bahiya dan, terdorong oleh welas asihnya, menegurnya. Brahma itu tak lain adl mantan rekan Bhikkhunya, salah satu dari tujuh orang, yg menjadi Anagami. Menarik ditambahkan bahwa empat Bhikkhu lainnya juga terlahir kembali pada masa ini, dan mereka semua, seperti bahiya, pada akhirnya mencapai Pencerahan penuh (mereka adl Pukkusāti, Sabhiya, Kumārakassapa, dan Dabba si orang Malli). Lalu Brahma Anagami itu memberitahu Bahiya bahwa ada seorang Arahanta sejati, Buddha, yg hidup pada saat itu, yg tinggal di sisi lain India, di Savatthi. Bahiya segera meninggalkan Suppāraka (sekarang adl Sopāra, di utara Mumbai), dan sampai di Sāvatthi (17 KM sebelah barat Balrumpur) hanya dlm semalam. Bahiya bertemu dgn Buddha ketika sedang mengumpulkan dana makanan, dan meminta sebuah pengajaran. Pada mulanya Buddha menolak, krn saat itu waktunya tdk tepat. Tetapi ketika diminta utk ketiga kalinya, Buddha menghentikan aktivitas-Nya, dan memberikan pengajaran terkenal seperti yg disampaikan di atas. Beberapa saat setelah mendengarkan Dhamma tsb, Bahiya tercerahkan sepenuhnya. Beberapa menit kemudian, Arahat Bahiya tewas terbunuh oleh seekor banteng.

Jadi, latar belakang Bahiya memang luar biasa. Dia pernah menjadi seorang Bhikkhu di bawah Buddha sebelumnya, Buddha Kassapa. Kekuatan tekadnya begitu dahsyat sampai dia pergi bermeditasi di atas gunung, dgn kebulatan tekad utk tercerahkan atau mati. Dalam kehidupan yg sekarang, dia mampu mendengar Brahma berbicara kepadanya, dan dia mampu bepergian lebih dari setengah India –sekitar 1.300 KM seperti penerbang- hanya dlm semalam. Jika anda memiliki latar belakang seperti itu dari kehidupan lampau anda, dan kesaktian semacam itu telah ada dlm kehidupan kini, maka barangkali anda pun telah tercerahkan sedari beberapa menit lalu ketika anda membaca ajaran kepada bahiya tsb!

Pada umumnya kita memerlukan jhana yg sangat dalam, utk meraih kekuatan batin seperti itu. Menimbang kehidupan lampaunya, dapat dipastikan Bahiya telah memiliki sebuah kecenderungan utk bermeditasi. Dan kesaktian “telinga dewa” yg memungkinkan dia mendengarkan suara Brahma, serta kesaktian yg memungkinkan dia bepergian dgn begitu pesat, meyakinkan bahwa dia telah mempraktikkan jhana sebelum dia mendengarkan sang Dewa. Barangkali ini adl alasan lain mengapa dia menganggap dirinya seorang Arahanta.

Meskipun tdk disebutkan dalam naskah, ada banyak bukti utk meyakinkan bahwa Bahiya telah mempraktikkan jhana-jhana. Beberapa orang juga tahu bahwa ajaran yg sama –yg disini saya sebut pengajaran kepada Bahiya- juga telah diberikan oleh Buddha kepada Bhikhu tua bernama Mālunkyaputta (Samyutta Nikaya 35.95). Mālunkyaputta beberapa kali muncul di dalam sutta. Terutama, dalam sutta 64 dari Majjhima Nikaya, yg dapat dipastikan terjadi sebelum kejadian di mana Mālunkyaputta mendapatkan pengajaran yg sama utk Bahiya. Pertama-tama Buddha menegur Mālunkyaputta krn pandangan salahnya, dan kemudian mengajarkan perlunya pencapaian, paling tdk salah satu dari jhana-jhana guna menghancurkan lima belenggu pertama dan dgn demikian meraih tingkatan persis di bawah Pencerahan yg disebut Yang-Tak-Kembali. Buddha berkata kepada Mālunkyaputta bahwa adl mustahil meraih Yang-Tak-Kembali, apalagi Pencerahan penuh, tanpa sebuah jhana, seperti halnya mustahil memegang inti dari sebatang pohon tanpa pertama-tama mengupas kulit dan kayu lapisan luarnya. Pikirkan itu!

Jadi, Bhikkhu Mālunkyaputta pertama-tama diajarkan mengenai perlunya jhana-jhana, dan barulah kemudian dia diberikan pengajaran yg sama kepada Bahiya. Setelah mendengarkan pengajaran tsb, “tinggal menyendiri, menyepi, tekun, gigih, dan teguh”, tak lama kemudian Mālunkyaputta menjadi seorang Arahat. Oleh karenanya, adl pasti bahwa Mālunkyaputta mencapai jhana sebelum pengajaran kepada Bahiya dapat efektif. Penafsiran selain ini akan membuat Buddha menjadi benar-benar tdk konsisten. Hal ini juga menambah bobot pada praduga bahwa Bahiya juga telah mengalami jhana sebelum dia mendengar ajaran yg sama – jika tdk begitu berarti dia memegang inti kayu tanpa mengupas kulit dan kayu lapisan luarnya!


BAGIAN TERAKHIR DARI PENGAJARAN KEPADA BAHIYA


“Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: dalam penglihatan akan sekedar apa yg terlihat; ... dalam yg dikenali akan sekedar apa yg dikenali. Berlatihlah dgn cara ini, Bahiya, engkau tidak akan menjadi “karena itu”. Bila engkau bukan “karena itu”, engkau tdk akan menjadi “di dalam itu”. Dan ketika engkau tidak “di dalam itu”, maka engkau tidak akan menjadi disini maupun di luar pun diantara keduanya. Inilah akhir dari penderitaan.”

Apa yg dimaksud dgn “engkau tdk akan menjadi “karena itu”? Istilah Pāli-nya adl na tena. Tena adl sarana utk kata “itu”. Na adl negatifnya. Artinya, secara harfiah, “tidak karena itu, tidak melalui itu, tidak oleh itu”. Intinya, anda tdk akan mengasumsikan bahwa ada suatu “diri”, suatu “jiwa”, suatu “aku”; karena, melalui, atau oleh, yg terlihat atau yg terdengar atau yg terasa atau yg terkenali.

Buddha berkata bahwa begitu anda telah menyelami kebenaran pengalaman indrawi dgn menekan rintangan-rintangan melalui jhana, anda akan melihat bahwa tdk ada “pelaku”, dan tdk ada “pengetahu”, di balik pengalaman indrawi. Anda tdk lagi dapat menggunakan pengalaman indra sebagai bukti adanya suatu “diri”. Ujaran Descartes yg terkenal, “Aku ada, karena aku berpikir” terbantahkan. Anda tidak ada karena anda berpikir, atau karena melihat, mendengar, atau merasa. Dalam kata-kata Buddha, anda tdk akan ada krn hal itu (pengalaman indrawi apa pun)”.

Ketika proses indra dicampakkan sebagai bukti nalar adanya suatu “diri”, suatu “jiwa” atau sesosok “aku”, maka anda tdk lagi berada di dalam pengalaman indrawi. Dalam kata-kata Buddha, “engkau tidak akan menjadi ‘di dalam itu’”.
Anda tdk lagi memandang, mencerap, atau bahkan berpikir bahwa ada sesosok “aku” yg terlibat dlm kehidupan. Dalam kata-kata seorang dokter dlm seri asli Star Trek, “ini adl kehidupan, Jim, tetapi tdk seperti yg kita ketahui”! Tiada lagi sensasi akan “diri”, atau “jiwa”, di tengah pengalaman tersebut. Anda tdk lagi “di dalam itu”.

Untuk menutup jalan keluar yg anda pikir dapat anda gunakan utk melarikan diri dari tiadanya suatu “diri”, atau “jiwa” dgn mengidentifikasikan dgn suatu keadaan transcendental melampaui apa yg terlihat, terdengar, terasa, atau terkenali, Buddha menyerukan, “Maka engkau tdk akan menjadi disini (dgn yg dilihat, yg didengar, yg dirasa, atau yg dikenali) maupun diluar (diluar yg dilihat, yg didengar, yg dirasa, atau yg dikenali), pun diantara keduanya (entah di dunia ataupun diluar dunia). Kalimat terakhir itu benar-benar membingungkan para filsuf!

Sebagai ringkasan, Buddha menasihati baik Bahiya maupun Bhikkhu Malunkyaputta utk mengalami jhana utk menekan lima rintangan. Dari sana kita akan melihat dgn pasti tiadanya suatu “diri” atau suatu “jiwa” di balik proses indrawi. Alhasil, pengalaman indrawi tdk akan lagi dianggap sebagai bukti adanya “pengetahu” atau “pelaku”, sedemikian sehingga anda tdk akan pernah membayangkan suatu “diri” atau suatu “jiwa” di tengah pengalaman tsb, pun diluar itu, ataupun dimana saja. Pengajaran kepada Bahiya secara ringkas adl jalan menuju realisasi “tiada diri”, ANATTĀ. “Inilah”, simpul Buddha, “AKHIR DARI PENDERITAAN”.




KESIMPULAN



Saya berharap argumen saya cukup kuat utk menentang argumen anda, atau lebih tepatnya utk membuyarkan vipallāsa (pembengkokkan atau penyimpangan persepsi, pemikiran, dan pandangan - menganggap apa yg tdk kekal sebagai kekal, penderitaan sebagai kebahagiaan, yg tiada-diri sebagai suatu diri, dan yg tdk indah sebagai indah/distorsi kognitif) yg menyetir proses indrawi anda.

PENGAJARAN RINGKAS BUDDHA KEPADA BAHIYA DAN BHIKKHU MALUNKYAPUTTA BUKANLAH SEMACAM JALAN PINTAS BAGI ORANG YG SUPER CERDAS.

PRAKTIK DARI “DALAM PENGLIHATAN AKAN SEKEDAR APA YG TERLIHAT….” MEMERLUKAN PENEKANAN LIMA RINTANGAN.

PENEKANAN LIMA RINTANGAN MEMERLUKAN JHANA.

JHANA MEMERLUKAN TUJUH FAKTOR YG PERTAMA DALAM JALAN MULIA BERFAKTOR DELAPAN.

HAL ITU MEMERLUKAN KEYAKINAN PADA TIGA PERMATA, PENJAGAAN SILA DAN PRAKTIK DANA.

HANYA ADA SATU JALAN MENUJU NIBBANA, DAN ITU ADL JALAN MULIA BERFAKTOR DELAPAN.

TIDAK ADA JALAN PINTAS!

Maggān’ atthangiko settho…
Eso’va maggo, natthi añño
Dassanassa vissuddhiyā

“Yang terbaik dari semua jalan adl Jalan Berfaktor Delapan…
Inilah satu-satunya jalan, tiada yang lain,
Bagi pemurnian pandangan”

(Dhammapada ayat 273 dan 274, terjemahan bahasa inggris dari Dhammapada oleh Nārada Thera)

3 comments:

  1. Masih kurang lengkap boss komentarnya..bahiya udah mengucapkan aspirasinya waktu ketemu BUDDHA 100 kalpa seblom nya

    ReplyDelete
  2. Masih kurang lengkap boss komentarnya..bahiya udah mengucapkan aspirasinya waktu ketemu BUDDHA 100 kalpa seblom nya

    ReplyDelete
  3. Why online gambling is so popular in the U.S. and beyond
    So-called “real 파주 출장마사지 money” refers to a game of chance, 김포 출장마사지 a series of simple games to wager. 통영 출장샵 When the market is 제주 출장안마 on the rise, casino players 경상남도 출장샵

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...