Mengenyahkan Setan
Di sadur dari biografi YM Phra Acharn Mun
Kompilasi oleh YM. Phra Acharn Maha Boowa Nyanasampanno
Pada suatu malam sekelompok suku pedalaman yang tinggal di sekitar daerah perbukitan berunding bahwa kini ada seorang guru besar yang tinggal di daerah mereka, dan mereka berpikir mungkin beliau memiliki mantra gaib (gatha) [ayat suci dari Tipitaka] yang bisa dipakai sebagai pelindung terhadap setan dan iblis. Mereka bermaksud mendatangi dan menanyakan hal itu kepada beliau pada keesokan paginya.
YM Acharn Mun, berkat pandangan kewaskitaannya, mengetahui tentang hal ini dan memberitahu para bhikkhu (murid-muridnya) mengenai apa yang telah beliau dengar. Keesokan harinya para penduduk desa datang berkunjung dan memohon gatha (mantra) yang dapat melindungi mereka dari gangguan setan dan iblis. Beliau menyuruh mereka untuk merenungkan kata buddho, dhammo atau sangho dalam batin, dan beliau berkata bahwa tak ada setan dan iblis yang bisa menahan kekuatan kalimat kalimat ini. Mereka mengikuti instruksi beliau dengan penuh keyakinan, tanpa mengetahui bahwa ini adalah metode / akal cerdik beliau agar mereka menjalankan praktik meditasi.
Hasilnya tidak perlu menunggu lama, keesokan harinya mereka bergegas menemui beliau kembali dan melaporkan apa yang terjadi semalam ketika pikiran (batin) mereka mencapai eka-citta (ekagatha / batin terpusat ke 1 titik / fokus). Mereka berkata bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar karena setan dan iblis ketakutan oleh kekuatan kalimat ini, sudah melarikan diri. `Mulai saat ini kalian tak perlu takut pada setan dan iblis' YM Acharn Man berkata. 'Mereka sudah melarikan diri. Bahkan bila ada di antara kalian yang belum mencapai keadaan ini (ekacitta), setan dan iblis juga sudah ketakutan begitu mendengar kalimat ini', sabda beliau.
Semenjak itu beliau menyuruh mereka merenungkan kalimat ini setiap hari. Para penduduk pedalaman ini secara alami adalah orang yang polos, sederhana dan patuh. Mereka meraih hasil yang menakjubkan sehingga pikiran (batin) mereka bersinar cemerlang dan mampu mengetahui (membaca) pikiran orang lain, termasuk para bhikkhu yang tinggal di vihara dimana YM Acharn tinggal. Hal yang sama juga terjadi pada penduduk desa yang semula mengira YM Acharn adalah "harimau yang menyamar", seperti yang sudah diceritakan sebelumnya. Mereka segera mengunjungi YM Acharn dan menceritakan hasil luar biasa ini.
Hal ini mengagetkan para bhikkhus yang merasa takut umat awam dapat membaca pikiran mereka*), terutama bila mengetahui sesuatu yang kadangkala tak dapat mereka kendalikan misalnya tentang suatu hal yang tidak pantas bagi kebhikkhuan mereka. Kemudian para bhikkhu bertanya kependuduk tentang perkembangan meditasi mereka, lebih karena takut "kecolongan" melebihi keinginan mereka untuk mengetahui tehnik perkembangan batin penduduk. Dengan sederhana polos dan tulus , penduduk menjawab dengan jujur kepada para bhikkhu dan tanpa maksud melebih lebihkan. Tidak seperti penduduk di kota , mereka tidak menutupi fakta dan menyembunyikan perasaan agar dianggap ramah /demi kesopanan. Ini adalah bukti pencapaian mereka yang tak dapat dibantah lagi dan hal ini terbukti dari bhikkhu yang pikirannya terbaca oleh mereka malam sebelumnya tanpa keraguan sedikitpun.
Penduduk desa juga berkata jujur kepada YM Acharn, berkata bahwa mereka mengetahui dengan jelas kondisi pikiran / batin mereka sendiri, sebelum mampu membaca batin orang lain. Ketika ditanya seperti apa dan apakah ia (batinnya) takut akan setan , mereka tersenyum dan berkata, "Pikiran / batin melebihi hal duniawi. Tidak takut oleh apapun . Agung." Semenjak saat itu, setan dan iblis menjadi isu yang tidak berarti dan semua orang di desa beralih ke YM Acharn dan Dhamma sebagai pelindung mereka. Mereka yang telah meraih pencapaian meditasi menceritakan ke suku mereka dan semua menjadi yakin dan patuh pada instruksi YM Acharn'.
Ketika tiba waktu berdana makanan pada pagi hari, mereka akan berkumpul bersama ditempat yang sama dan berdana, YM Acharn memberitahu mereka agar mengucapkan kata sadhu**) [ menghargai perbuatan baik / jasa orang lain – turut bersyukur atas jasa yang dilakukan orang lain / sesama] dengan keras kepada sesama mereka. Bahkan mahluk yang tak tampak ( peta & devata) juga turut bergembira atas perbuatan baik dan turut menikmati jasa baik mereka. Mereka dengan gembira melakukan hal ini setiap hari.
*Catatan kaki :
**) Selain Sadhu seringkali umat Buddhis Thai juga mengucapkan anumodana - turut bersyukur atas perbuatan baik yang dilakukan oleh orang lain
*) Kisah yang mirip juga terjadi pada jaman Sang Buddha seperti yang tertera dalam kitab Dhammapada, dimana disebutkan ada seorang umat wanita yang mampu membaca pikiran orang lain. Beberapa bhikkhu takut wanita itu bisa membaca pikiran mereka karena kadangkala mereka tak dapat mengendalikan memikirkan sesuatu yang porno atau tak pantas.
Jelas tampak bahwa pada sebagian umat yang berpendidikan rendah tetapi patuh dan yakin, lebih mampu mengembangkan / mengolah batin daripada bhikkhu atau orang terpelajar dengan nilai akademis yang istimewa. Tampaknya pengetahuan intelektual mereka mengantikan pencapaian mereka dalam kekuatan istimewa ini. Bahkan dalam hal meditasi penerangan (vipassana), mereka tak sebanding dengan umat awam yang rendah hati, polos dan bersahaja . Sampai kini contoh ini masih bisa ditemukan di Thailand
-. Sekilas tentang Cetoparinyana (membaca pikiran orang / mahluk lain):
Orang yang telah mengetahui Cetoparinyana dapat mengetahui jalan / keadaan pikiran orang lain atau mahluk lain, misalnya ia mengetahui pikiran sedang bahagia, menderita, seimbang dan dapat mengetahui sebab sebabnya. Juga dapat mengetahui lebih dalam apakah pikiran dipengaruhi atau tidak oleh nivarana, dalam jhana atau tidak, dapat mengetahui tingkat kesucian orang lain yang lebih rendah dari dirinya tetapi yang lebih tinggi darinya tidak dapat diketahuinya. Pencapaian Cetoparinyana ini cukup bermanfaat , tetapi lebih bermanfaat mengetahui batin / pikiran (citta) sendiri. Kita mengetahui sifat tak baik & upakilesa yang melekat pada diri kita. Bila ada sifat tak baik jangan dimasukkan dalam batin kita. Bila orang tersebut mengetahui kekuatan batin kita berarti kekuatan batin orang itu lebih tinggi dari kita dan kita harus menghormatinya (namaskara), memohon dengan hikmat agar ia bersedia mengajar kita atau menjadi guru kita. Lalu bagaimana halnya dengan umat yang memiliki kemampuan batin melebihi dari bhikkhu ? Yang jelas umat tersebut tetap harus namaskara kepada sang bhikkhu (menghormati ke-bhikkhu-annya). Dalam literature disebutkan bahwa – sekalipun umat sudah ariya tetapi bhikkhu belum mencapai kesucian umat tetap harus menghormati bhikkhu tsb. Sebaliknya sang bhikkhu juga harus menghargai dan menghormati pendapat umat tsb walau tidak harus namaskara. Dan sesungguhnya mereka yang memiliki Cetoparinyana ini telah mengetahui batinnya sendiri, sebelum ia dapat mengetahui batin orang lain. Ini adalah hukum alam. Seseorang yang memiliki kemampuan ini dapat mengembangkan batinnya untuk mencapai batin yang sempurna dan memiliki kekuatan batin tanpa noda, ini adalah dari hasil mengetahui batin orang lain.
Referensi :
1.Riwayat Hidup LP Man Buridhatto – Luangta Maha Boowa N
2.Samma Samadhi – LP Waen Sucinno
3.Mangala Berkah utama – J Sanjivaputta
Sumber: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=1002&multi=T&hal=0
Vipassana,Happiness, Togetherness, Safety, Morale in living, Buddhism. (Kebahagiaan, Kebersamaan, kemanusiaan,Keselamatan,Semangat dalam menjalani kehidupan)
Monday, May 31, 2010
Thursday, May 20, 2010
Buddhisme Dalam Penjara Federal
Menebar Buddhisme Dalam Penjara Federal
31 Desember 2008
Beaumont Enterprise,
Texas, Amerika Serikat – Suara gerbang penjara yang tertutup merupakan suatu hal yang berkesan khusus dan menentukan, menurut Bhante Kassapa, seorang bhikkhu yang melakukan perjalanan di penjara federal di Beaumont setiap minggu.
Tetapi dengan melewati pintu itu selama lebih dari setahun lalu, Bhante Kassapa telah melakukan pelayanan kepada sekelompok kecil narapidana yang berdedikasi yang ingin ikut serta di dalam sesi meditasi mingguan. Kelompok tersebut telah berkembang dalam jumlah dari sekitar tujuh menjadi sekitar 15 orang dan kadang lebih, demikian kata Bhante Kassapa, seorang bhikkhu kelahiran Amerika yang hidup dan berlatih di Vihara Buumon di Port Arthur.
“Saya tidak berpikir banyak dari mereka yang akan menjadi Buddhis sebelum mereka datang,” Bhante Kassapa.
Kata beliau, para tahanan memiliki banyak waktu untuk mengisi batin yang mendorong beberapa orang untuk menjelajah pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan baru. Beliau mencatat, apapun keyakinannya sepertinya membuat penahanan lebih bermakna, tetapi beberapa orang telah menemukan bahwa tempat yang sunyi dapat mencerminkan sifat-sifat alami Buddhisme yang cocok bagi mereka.
“Kesunyian dan ketenangan ditemukan dalam Buddhisme,” kata beliau.
“Salah satu alasan yang saya pikirkan mengapa hal ini dapat berhasil bagi para narapidana adalah bahwa hal itu ada pada permulaan dimana Sang Buddha menarik diriNya keluar dari masyarakat untuk beberapa tahun saat dimana Beliau menemukan siapa diriNya, dan para narapidana di sini memiliki sebuah situasi yang sama.”
Bhante Kassapa mengatakan bahwa beliau menghadiri sebuah konferensi di Oregon dimana salah satu pembahasannya adalah Buddhisme dibalik penjara.
Di India, beliau mengatakan, para petugas menemukan bahwa dengan mendorong para narapidana untuk berlatih meditasi telah memberikan sebuah efek penenangan.
Studi-studi menemukan bahwa secara umum, para tahanan yang berlatih Buddhisme cenderung memiliki tingkat pesakitan yang rendah – kurang dari 40 persen dibandingkan dengan nilai rata-rata untuk populasi secara keseluruhan, kata Bhante Kassapa.
Pelayanan yang dimulai sekitar pukul 6.30 petang pada setiap hari Selasa, terdiri dari puja bakti, kelompok meditasi dan diskusi mengenai Dharma, panduan prinsip-prinsip keyakinan Buddhis.
Bhante Kassapa memperkirakan kemungkinan ada sekitar 20 sampai 25 persen pengunjung Vihara Buumon mempertimbangkan untuk beralihkeyakinan ke Buddhisme. Kontras dengan kemungkinan hanya satu atau dua narapidana di kelompok meditasi di penjara yang tidak tertarik dalam aspek-aspek spiritual dari sesi tersebut, kata Bhante Kassapa.
“Dalam tahun-tahun saya baru berada di sini (di Port Arthur), sekitar 15 orang telah menjadi Buddhis yang datang ke sini setiap saat,” kata beliau. “(Dalam penjara) benar-benar terbalik. Mereka benar-benar serius untuk menjadi seorang Buddhis.” [Colin Guy]
Sumber: http://berita.bhagavant.com/2008/12/31/menebar-buddhisme-dalam-penjara-federal.html
Sunday, May 16, 2010
Courtney Love
Courtney Love: Ajaran Buddha Membantunya Meninggalkan Narkoba
Menurut berita yang dilansir The Himalayan Times (6/11/06), disebutkan bahwa penyanyi musik rock Courtney Love menyatakan ajaran Buddha telah membantunya melepaskan diri dari masa-masa sulit ketergantungan pada narkoba dan mengembalikan hidupnya pada jalur yang benar.
Love, yang bernama asli Courtney Michelle Harrison, menekankan bahwa hari-hari hura-huranya telah berlalu dan menyatakan bahwa ajaran Buddha telah membantunya menjaga kesadaran.
“Sekarang saya adalah seorang Buddhis dan saya membaca paritta setiap hari. Saya membaca dalam waktu yang lama. Beberapa orang juga membaca paritta, tetapi saya membaca lebih lama dari mereka, Orlando Bloom melakukannya, Tina Turner, mereka melakukannya setengah jam sehari,” katanya kepada Contactmusic. “Tetapi saya melakukannya empat sampai lima jam sehari, diselingi istirahat untuk merokok!” demikian tambah Love yang masa kecilnya sempat dilewatkan di Eropa dan Selandia Baru ini.
Semoga kebiasaan menghirup asap beracun ini juga dapat segera lenyap dari kehidupan Love seiring dengan pelatihannya dalam Buddha Dharma.[Zoi]
Sumber: http://www.facebook.com/notes/indonesian-buddhist-society/courtney-love-ajaran-buddha-membantunya-meninggalkan-narkoba/428000711010
David Beckham
David Beckham menjadi Pengikut Buddha
Los Angeles – Amerika
Trend perpindahan kepercayaan orang-orang barat untu belajar dan mengikuti ajaran Buddha kian hari kian bertambah. Tidak hanya kalangan muda milenium ke-tiga, mereka yang telah berusia pun mulai tersentuh dengan ajaran Buddha yang diajarkan Guru Gautama. Generasi muda di Eropa tertarik dengan filosofi Buddha karena mereka telah bosan dengan doktrin ajaran yang harus menerima semua instruksi yang tertulis. Pembatasan pertanyaan fundamental mengenai hakikat kebenaran mutlak menjadikan doktrin yang telah berkembang sebelumnya mulai runtuh. Satu-satunya filosofi atau ajaran yang membuka gerbang sebesar-besarnya untuk mengeksplor ajaran/filosofi adalah ajaran Buddha.
Di akhir abad 20 ini, muncullah aktor-aktor terkenal Richard Gere, Steven Heagel, Angelina Jolie, hingga pemain bola legendaris dari Inggris – David Beckham tertarik dengan ajaran Buddha. Mereka menjadi Buddhis bukan karena proses doktrinisasi, melainkan suatu perjalanan mencari hakikat diri dan kebenaran. Hal yang serupa juga terjadi pada penyanyi sekaligus penulis muda terkenal, Dewi Lestari, penulis “Supernova”.
David Beckham bersama istrinya Victoria pindah mengikuti ajaran Buddha. Suami istri bersama tiga orang anaknya yang sekarang tinggal di Los Angeles diberitakan mulai mendekati ritual Buddhis dan setiap pagi mereka melakukan chanting atau membaca sutta untuk mengimbangi aktivitas hidup mereka yang sangat sibuk.
Seorang narasumber menyatakan : “ David Beckham bersama istrinya sepenuhnya menjadi orang California. Beckham mulai memadukan kesehatan, kesejahteraan, dan tampilan mala/tasbih di pergelangan tangannya. Beckham mulai mengikuti kelas meditasi yoga dan olah tubuh setelah cedera lutut, dan teman timnya menyarankan ia untuk melakukan chanting/membaca sutta untuk kedamaian batinnya.
“Saat ini, Beckham dan Victoria selalu melakukan chanting singkat selama 5 menit ketika mereka bangun pagi untuk memulai hari mereka yang kosong (kerjaan). Mereka melafal sutta “‘Homage to the blessed one, the worthy one, the rightly self-awakened one – Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddha”. Selain melakukan ritual pada umumnya, beliau juga mulai mengonsumsi makanan yang tepat.
Referensi : http://www.buddhistchannel.tv
Dikutip dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=302733191010
Saturday, May 8, 2010
Apakah Relik itu.?
Relik dalam agama Buddha disebut juga Saririka Dhatu. Istilah ini terdiri dari dua kata yaitu: 'Saririka' yang artinya jasmani dan 'Dhatu' yang artinya susunan. Jadi Relik sebenarnya merupakan sisa jasmani dari seseorang yang dipercaya telah mencapai tingkat tertinggi dalam pelaksanaan Ajaran Sang Buddha Gotama. Relik ini bisa merupakan rambut, gigi, kuku, bulu, tulang maupun abu sisa kremasi.
Relik merupakan suatu realita yang tidak mudah untuk didefinisikan serta sulit dipahami oleh alam pemikiran manusia nan terbatas.
Bagaimana terjadinya Relik?
Para pelaksana Buddha Dharma yang tekun dalam mempelajari dan melaksanakan Dharma, khususnya dengan melatih meditasi, mereka akan menggunakan energ pikirannya secara maksimal untuk berkonsentrasi. Akibatnya, energi pikiran murni yang mereka pancarkan itu terserap oleh bagian-bagian tubuhnya sendiri. Selama bertahun-tahun tubuhnya diliputi oleh energi pikiran yang dahsyat ini. Karena itulah, ketika mereka meninggal dunia, beberapa bagian tubuhnya yang telah banyak menyerap energi ini menjadi berubah bentuk, mengkristal. Inilah yang disebut Relik.
Apakah kelebihan Relik?
Relik, memiliki kekuatan yang sulit untuk diterangkan secara logika pada saat ini. Kekuatan Relik juga sulit dicarikan tandingannya. Telah banyak dialami oleh para pemiliknya bahwa butiran Relik bisa tumbuh lebih besar, warnanya bisa berubah lebih transparan bahkan bisa seperti berlian, bisa bertambah jumlahnya dan bahkan bisa lenyap sama sekali.
Relik yang memiliki energi positif dan suci dipuja oleh para dewa dan manusia. Banyak orang berkeyakinan bahwa dengan memiliki Relik, maka gelombang pancaran energinya akan memberikan kondisi karma baiknya berbuah dalam bentuk lebih mudah memperoleh kesuksesan, kemakmuran, kesembuhan untuk segala penyakit, keselamatan, keseimbangan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, kebijaksanaan, kebajikan, persaudaraan, kesabaran dengan tekad dan sesuai dengan karmanya masing-masing serta berbagai bentuk kebahagiaan lainnya yang tak terhingga.
Bagaimana mengetahui kekuatan Relik?
Seseorang yang mempunyai ketajaman bathin tentunya akan dapat merasakan getaran energi yang terpancar dari butir relik, bahkan ia pun akan dapat melihat dalam bathinnya cahaya terang Relik tersebut sesuai dengan sifat pancaran energinya.
Cara menghormati Relik
Umat yang ingin memberikan rasa hormatnya kepada benda peninggalan orang suci ini dapat menaburkan bunga (jenis bunga yang disarankan adalah bunga melati) atau beranjali sambil bertekad sesuai dengan keinginannya atau berdoa: "Semoga semua makhluk hidup berbahagia". Masa sekarang ini juga dikenal adanya Parita Relik untuk menghormati Relik dan Paritta untuk mengundang Relik yang dapat dipanjatkan sesuai dengan keperluan.
Parita Relik
Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa. (3x)
Aham Vandami Dhatuyo,
Aham Vandami Sabbaso,
Buddhang Dhammang Sanghang,
Evang Dhatuyo Chatari Sa Samma,
Danta. kesa, loma, nakhagi,
chak ahang vandami dhatuyo.
Menghormaat Relik yang ada di alam semesta
Demikian juga relik para suci yang lain.
Buddha Dhamma Sangha
Yang kita hormati ada 4 hal yaitu:
Gigi, Rambut, bulu, kuku,
semua itu yang kami hormati.
Relik Rambut Sang Buddha
Relik Rambut Sang Buddha Ditemukan di Cina
BuddhistOnline.com - Ada kabar baik bagi umat Buddha. Belum lama ini, pertengahan Maret 2001, dikabarkan bahwa telah ditemukan relik rambut Sang Buddha di Cina. Kepada BBC, para ahli arkelogi di Cina mengatakan bahwa mereka telah menemukan sebuah kotak kecil yang terbuat dari emas yang diyakini berisi relik rambut Sang Buddha.
Kotak yang telah berusia sekitar seribu tahun itu ditemukan dalam penggalian sebuah pagoda yang terletak dibagian timur kota Hangzhou. Pagoda bernama Leifeng tersebut dibangun pada tahun 976 dan akhirnya di tahun 1924 terpaksa tutup gara-gara serangkaian pencurian relik.
Meskipun didalamnya diyakini terdapat relik rambut Sang Buddha, namun para umat Buddha belum dapat menyaksikan relik itu dalam waktu dekat karena kotak tersebut sementara ini belum akan dibuka. Bahkan mungkin saja tidak akan pernah dibuka karena dikuatirkan malah akan merusakkan kotak beserta isinya, seperti yang dikutip koran Shanghai Daily dari pendapat para ahli. Padahal para wartawan telah menunggu berhari-hari di luar museum lokal di Hangzhou untuk dapat meliput pembukaan kotak besi kecil itu oleh para ahli.
Sementara kantor berita resmi Cina menyatakan bahwa kotak itu berisi sebuah pagoda bersepuh perak yang berukiran sejumlah potongan peristiwa dari riwayat Sang Buddha.
Menurut catatan yang ada, penemuan relik rambut kali ini merupakan yang kedua kali terjadi di Cina. Yang pertama, ditemukan di bagian utara negeri tirai bambu itu sekitar tahun 1970. Relik rambut Sang Buddha juga diyakini berada di beberapa vihara di Birma, Kambodia, dan Thailand. Kalau di Indonesia ada tidak ya? Bilang-bilang dong! (bch) Sumber: BBC
BuddhistOnline.com - Ada kabar baik bagi umat Buddha. Belum lama ini, pertengahan Maret 2001, dikabarkan bahwa telah ditemukan relik rambut Sang Buddha di Cina. Kepada BBC, para ahli arkelogi di Cina mengatakan bahwa mereka telah menemukan sebuah kotak kecil yang terbuat dari emas yang diyakini berisi relik rambut Sang Buddha.
Kotak yang telah berusia sekitar seribu tahun itu ditemukan dalam penggalian sebuah pagoda yang terletak dibagian timur kota Hangzhou. Pagoda bernama Leifeng tersebut dibangun pada tahun 976 dan akhirnya di tahun 1924 terpaksa tutup gara-gara serangkaian pencurian relik.
Meskipun didalamnya diyakini terdapat relik rambut Sang Buddha, namun para umat Buddha belum dapat menyaksikan relik itu dalam waktu dekat karena kotak tersebut sementara ini belum akan dibuka. Bahkan mungkin saja tidak akan pernah dibuka karena dikuatirkan malah akan merusakkan kotak beserta isinya, seperti yang dikutip koran Shanghai Daily dari pendapat para ahli. Padahal para wartawan telah menunggu berhari-hari di luar museum lokal di Hangzhou untuk dapat meliput pembukaan kotak besi kecil itu oleh para ahli.
Sementara kantor berita resmi Cina menyatakan bahwa kotak itu berisi sebuah pagoda bersepuh perak yang berukiran sejumlah potongan peristiwa dari riwayat Sang Buddha.
Menurut catatan yang ada, penemuan relik rambut kali ini merupakan yang kedua kali terjadi di Cina. Yang pertama, ditemukan di bagian utara negeri tirai bambu itu sekitar tahun 1970. Relik rambut Sang Buddha juga diyakini berada di beberapa vihara di Birma, Kambodia, dan Thailand. Kalau di Indonesia ada tidak ya? Bilang-bilang dong! (bch) Sumber: BBC
Saturday, May 1, 2010
KANKER ITU LENYAP
Oleh Erlina Kang
Bagi kalangan umat Buddha di Bali, nama Ibu Erlina Kang Adiguna tentunya tidak asing lagi. Di samping aktif melakukan berbagai kegiatan di Vihara Buddha Sakyamuni, beliau juga sibuk mengelola usaha garmennya, "Mama & Leon". Kesuksesan beliau dalam dunia usaha bukan muncul begitu saja, tapi berkat usahanya yang gigih dan pantang menyerah.
Ibu Erlina dilahirkan dalam sebuah keluarga yang cukup mampu di Baturiti, Bedugul,Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Sekarang beliau hidup bahagia bersama suami dan kelima anak, tiga putera dan tiga puteri. Beliau pernah menderita sakit kanker yang sudah cukup parah dan harus di operasi, tetapi dengan keyakinannya yang amat besar terhadap Sang Tri Ratna dan tekadnya yang kuat untuk menjadi abdi siswa Sang Bhagava, serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh beliau dinyatakan sembuh tanpa melalui operasi.
Inilah kisah sejati beliau yang berjuang dengan gigih untuk mengatasi sakit kanker yang dideritanya.
Awal Mulanya
Pada suatu hari di akhir tahun 1992, saya mendadak mengalami perdarahan yang serius, padahal saya telah menopause sejak dari tahun 1984. Setelah saya periksakan ke dokter di Bali, dokter itu mengatakan ada gejala benjolan di rahim saya, setelah beberapa kali saya berobat ke rumah sakit, saya kemudian tidak memperhatikannya dengan serius.
Pada tahun 1993 saya kembali mengalami sakit perut di sebelah kiri, yang terasa sakit apabila saya jongkok dan sulit untuk berdiri kembali. Akhirnya saya berangkat ke Singapura, bertemu dengan Dokter Wong, di salah satu rumah sakit di sana. Ternyata setelah diperiksa dokter mengatakan saya menderita kanker rahim, hampir stadium tiga. Saya sangat kaget, dokter lalu menganjurkan beberapa saran pengobatan, karena benjolan yang saya derita cukup besar: Sampai pada pemeriksaan yang ketiga kalinya saat saya berobat ke Singapura, Dokter Wong tetap menganjurkan saya untuk segera di operasi saja.
Akhirnya saya nekad memutuskan untuk tidak mau di operasi, saya pulang ke Indonesia, dan saya ingin tahu bagaimana risiko kalau orang yang kena kanker itu di kemoterapi. Saya mengunjungi Rumah Sakit Kanker di Jakarta, tidak terbayangkan bahwa penyakit yang saya derita itu sangat mengerikan, setelah saya melihat kenyataan ini, saya memutuskan untuk tidak di operasi, tidak di kemoterapi, juga tidak makan obat. Saya siap menghadapi kenyataan ini.
Karena pada masa-masa tahun 1994 itu saya banyak sekali memiliki kegiatan dalam pengembangan Dhamma, saya melupakan sakit saya dan tidak henti-hentinya saya melakukan kebajikan dan belajar meditasi, serta mempelajari Dhamma, Ajaran Sang Buddha secara lebih mendalam, untuk menguatkan keyakinan saya bahwa Sang Tri Ratna pasti akan memberikan jalan yang terbaik bagi saya karena saya tidak percaya bisa terkena penyakit kanker, karena dalam keturunan keluarga saya tidak ada yang sakit kanker.
Pada suatu hari saya mendapat telepon dari Dokter Wong, yang mengharuskan saya untuk segera di operasi, namun saya sudah memutuskan untuk berjuang dengan cara saya sendiri. Sakit saya semakin hari semakin bertambah, muka saya semakin pucat, perut saya semakin kaku, keluarga saya tidak tahu sama sekali, termasuk suami saya.
Kesembuhan
Pada suatu hari saya memutuskan akan bermeditasi secara terus-menerus selama 40 hari, setiap pagi dan sore hari. Saya tidak tahu mengapa saya mempunyai keputusan untuk bermeditasi selama 40 hari. Setiap hari saya membacakan Paritta lengkap mulai dari Namakara Gatha, Karaniya Metta Sutta, Saccakiriya Gatha dan seterusnya sampai diakhiri dengan Ettavatta. Setelah selesai membacakan Paritta Suci, saya selalu meminum tiga cangkir air yang saya persembahkan di Altar. Saya selalu berdoa,mengucapkan kata-kata yang sama, memohon untuk di berkahi jalan yang terbaik, mengucapkan janji dan tekad saya. Dan pada saat saya meminum air, saya selalu berdoa seperti ini:
1. Pertama-tama saya ambil cangkir yang di tengah, saya berdoa di hadapan Sang Bhagava, kalau memang saya harus menghadapi kematian, saya mohon Sang Bhagava memberikan jalan yang terbaik.
2. Lalu saya ambil cangkir air yang di sebelah kiri, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan bersungguh-sungguh mendalami dan menjalankan Dhamma, Ajaran Sang Bhagava dengan baik.
3. Yang terakhir, saya mengambil cangkir yang di sebelah kanan, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya kini diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan mengabdi menjadi siswa Sang Bhagava.
Setiap hari dengan tekun saya membaca Paritta Suci, bermeditasi dan berdoa dengan sungguh-sungguh.
Hingga pada hari yang ke-35, biasanya saya dari duduk untuk berdiri saja sulit, saya harus memegangi perut di sebelah kiri, baru saya bisa berdiri. Tetapi pada hari itu, pada saat bermeditasi saya mendengar sepertinya ada orang yang masuk ke dalam ruangan saya bermeditasi, seperti ada suara injakan kakinya yang sangat keras, dan sepertinya duduk di sebelah saya, suara nafasnya keras sekali, saya benar-benar takut tetapi saya tidak berani membuka mata, saya takut kalau saya sampai melihat orang itu. Beberapa menit kemudian saya mendengar orang itu meninggalkan tempat dan perlahan-lahan saya membuka mata, ternyata orang itu sudah tidak ada lagi. Saya lupa bagaimana caranya saya berdiri pada saat itu, saya lalu ke dapur dan setelah minum saya baru sadar bagaimana ya caranya saya bangun. Saya mencoba kembali duduk dan bangun kembali, saya bisa melakukannya, rasa sakit itu hilang. Saya terus melakukan meditasi selama 40 hari, di dalam hati saya berjanji akan melakukan kebajikan terus menerus dan saya selalu merasa berbahagia, dan saya tidak tahu mengapa, apa saya sudah lupa bahwa saya akan mati.
Sejak hari ke-35 itu, saya selalu bermimpi yang aneh-aneh, tetapi di dalam mimpi saya selalu berhubungan dengan para Bhikku. Di dalam mimpi itu saya naik gunung, sampai di puncak gunung saya terperosok masuk lumpur, dan saya mengucapkan "Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa" ke hadapan Sang Bhagava, dan di bawah gunung, puluhan para Bhikkhu memanggil-manggil nama saya, mendadak ada air bah yang mendorong saya sehingga saya sampai di bawah, saya diberi bungkusan oleh salah seorang Bhikkhu.
Banyak teman-teman saya selalu memimpikan saya selalu bersama para Dewa, dan keajaiban terakhir yang saya dapatkan adalah telepon dari Dokter Wong yang menanyakan keadaan saya, dokter itu menyarankan agar saya mengambil keputusan untuk di operasi, tetapi rasa sakit di perut saya sudah berkurang, akhirnya saya putuskan untuk memeriksakan kembali penyakit saya di Singapura.
Pada tanggal 20 Februari 1995 saya berangkat bersama suami saya menuju Singapura. Namun ada satu keanehan, sejak saya berangkat ke Air port, saya merasa sangat mengantuk, begitu naik pesawat terbang saya minta kepada suami saya untuk jangan membangunkan pada saat dibagikan makanan. Begitu tidur, saya bermimpi dari Bali ke Singapura saya berjalan di atas lautan, dan di pinggir banyak sekali para Bhikkhu yang berdiri di atas lautan. Begitu mendarat di Singapura, saya dibangunkan dan saya bertanya, saya jalan apa naik pesawat, suami saya menjawab sedikit sewot, tentu saja naik pesawat masak jalan kaki katanya. Tetapi pada sore hari itu saya memutuskan, untuk bertemu dokter esok hari saja.
Pada pagi hari tanggal 22 Februari 1995 saya diperiksa oleh dokter, berkali-kali saya disuruh minum air dan diperiksa berkali-kali, sepertinya dokter itu bingung, komputernya dicek, diperiksa kalau-kalau rusak. Lalu dilihat lagi hasil-hasil pemeriksaan yang dulu; saya diperiksa lagi, kemudian saya dikirim ke Rumah Sakit lain untuk diperiksa lagi oleh satu tim dokter yang terdiri dari 5 orang dokter ahli, memeriksa saya berulang kali, sampai saya teler, kecapaian diperiksa bolak-balik, setelah itu dokter menyatakan sakit kanker saya tidak bisa ditemukan, hanya ada tanda seperti petikan buah anggur. Saya dikembalikan lagi ke Dokter Wong, beliau tidak memeriksa lagi hanya bertanya, agama saya apa, saya bengong, beliau hanya mengucapkan Amitabha dan menyuruh saya berdoa ke Vihara. Saya terkejut dan sungguh bahagia, saya bisa sembuh dari penyakit kanker, tanpa melalui operasi.
Inilah berkah Sang Buddha yang demikian besar kepada saya, sehingga saya benar-benar percaya bahwa karma itu bisa dirubah dengan cara melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh.
Karena itu tumbuhkanlah keyakinan yang kuat kepada Sang Tri Ratna, menjadi siswa Sang Buddha yang baik, melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh, perbanyaklah perbuatan bajik, sucikanlah pikiran.
Saya telah berusaha menjalankan segala kebajikan, dengan materi yang saya miliki, saya pergunakan sebaik-baiknya di dunia ini, agar ada kenangan yang berarti untuk menuju kehidupan yang akan datang.
Semoga pengalaman saya ini menjadi kesaksian nyata untuk dijadikan cermin bagi saudara-saudara se-Dhamma, di dalam memperoleh kebahagiaan dengan melaksanakan Ajaran Sang Guru Agung kita, Sang Buddha Yang Maha Sempurna. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata.
Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu...sadhu...sadhu.
Erlina Kang Adiguna
Denpasar, Bali.
Biodata
Nama : Erlina Kang
Tempat/tanggal lahir : Baturiti, Juli 1944
Alamat : Jln. Gunung Lawu Denpasar
Nama Suami : Putu Adiguna
Nama Anak : Liliek Herawati, Putu Agus Antara, Arief Wijaya, Yuliana Kanaya, Cahyadi Adiguna
Jabatan/kegiatan lainnya :
1. Penasehat Forum Ibu-ibu Buddhis
2. Ketua Umum Yayasan Kertha Yadnya
3. Pelindung di Vihara Buddha Sakyamuni
4. Ketua Kehormatan di Vihara Buddha Guna Nusa Dua
Sumber:
http://www.facebook.com/kesaksianbuddhis
http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=164&multi=T&hal=0
Bagi kalangan umat Buddha di Bali, nama Ibu Erlina Kang Adiguna tentunya tidak asing lagi. Di samping aktif melakukan berbagai kegiatan di Vihara Buddha Sakyamuni, beliau juga sibuk mengelola usaha garmennya, "Mama & Leon". Kesuksesan beliau dalam dunia usaha bukan muncul begitu saja, tapi berkat usahanya yang gigih dan pantang menyerah.
Ibu Erlina dilahirkan dalam sebuah keluarga yang cukup mampu di Baturiti, Bedugul,Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Sekarang beliau hidup bahagia bersama suami dan kelima anak, tiga putera dan tiga puteri. Beliau pernah menderita sakit kanker yang sudah cukup parah dan harus di operasi, tetapi dengan keyakinannya yang amat besar terhadap Sang Tri Ratna dan tekadnya yang kuat untuk menjadi abdi siswa Sang Bhagava, serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh beliau dinyatakan sembuh tanpa melalui operasi.
Inilah kisah sejati beliau yang berjuang dengan gigih untuk mengatasi sakit kanker yang dideritanya.
Awal Mulanya
Pada suatu hari di akhir tahun 1992, saya mendadak mengalami perdarahan yang serius, padahal saya telah menopause sejak dari tahun 1984. Setelah saya periksakan ke dokter di Bali, dokter itu mengatakan ada gejala benjolan di rahim saya, setelah beberapa kali saya berobat ke rumah sakit, saya kemudian tidak memperhatikannya dengan serius.
Pada tahun 1993 saya kembali mengalami sakit perut di sebelah kiri, yang terasa sakit apabila saya jongkok dan sulit untuk berdiri kembali. Akhirnya saya berangkat ke Singapura, bertemu dengan Dokter Wong, di salah satu rumah sakit di sana. Ternyata setelah diperiksa dokter mengatakan saya menderita kanker rahim, hampir stadium tiga. Saya sangat kaget, dokter lalu menganjurkan beberapa saran pengobatan, karena benjolan yang saya derita cukup besar: Sampai pada pemeriksaan yang ketiga kalinya saat saya berobat ke Singapura, Dokter Wong tetap menganjurkan saya untuk segera di operasi saja.
Akhirnya saya nekad memutuskan untuk tidak mau di operasi, saya pulang ke Indonesia, dan saya ingin tahu bagaimana risiko kalau orang yang kena kanker itu di kemoterapi. Saya mengunjungi Rumah Sakit Kanker di Jakarta, tidak terbayangkan bahwa penyakit yang saya derita itu sangat mengerikan, setelah saya melihat kenyataan ini, saya memutuskan untuk tidak di operasi, tidak di kemoterapi, juga tidak makan obat. Saya siap menghadapi kenyataan ini.
Karena pada masa-masa tahun 1994 itu saya banyak sekali memiliki kegiatan dalam pengembangan Dhamma, saya melupakan sakit saya dan tidak henti-hentinya saya melakukan kebajikan dan belajar meditasi, serta mempelajari Dhamma, Ajaran Sang Buddha secara lebih mendalam, untuk menguatkan keyakinan saya bahwa Sang Tri Ratna pasti akan memberikan jalan yang terbaik bagi saya karena saya tidak percaya bisa terkena penyakit kanker, karena dalam keturunan keluarga saya tidak ada yang sakit kanker.
Pada suatu hari saya mendapat telepon dari Dokter Wong, yang mengharuskan saya untuk segera di operasi, namun saya sudah memutuskan untuk berjuang dengan cara saya sendiri. Sakit saya semakin hari semakin bertambah, muka saya semakin pucat, perut saya semakin kaku, keluarga saya tidak tahu sama sekali, termasuk suami saya.
Kesembuhan
Pada suatu hari saya memutuskan akan bermeditasi secara terus-menerus selama 40 hari, setiap pagi dan sore hari. Saya tidak tahu mengapa saya mempunyai keputusan untuk bermeditasi selama 40 hari. Setiap hari saya membacakan Paritta lengkap mulai dari Namakara Gatha, Karaniya Metta Sutta, Saccakiriya Gatha dan seterusnya sampai diakhiri dengan Ettavatta. Setelah selesai membacakan Paritta Suci, saya selalu meminum tiga cangkir air yang saya persembahkan di Altar. Saya selalu berdoa,mengucapkan kata-kata yang sama, memohon untuk di berkahi jalan yang terbaik, mengucapkan janji dan tekad saya. Dan pada saat saya meminum air, saya selalu berdoa seperti ini:
1. Pertama-tama saya ambil cangkir yang di tengah, saya berdoa di hadapan Sang Bhagava, kalau memang saya harus menghadapi kematian, saya mohon Sang Bhagava memberikan jalan yang terbaik.
2. Lalu saya ambil cangkir air yang di sebelah kiri, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan bersungguh-sungguh mendalami dan menjalankan Dhamma, Ajaran Sang Bhagava dengan baik.
3. Yang terakhir, saya mengambil cangkir yang di sebelah kanan, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya kini diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan mengabdi menjadi siswa Sang Bhagava.
Setiap hari dengan tekun saya membaca Paritta Suci, bermeditasi dan berdoa dengan sungguh-sungguh.
Hingga pada hari yang ke-35, biasanya saya dari duduk untuk berdiri saja sulit, saya harus memegangi perut di sebelah kiri, baru saya bisa berdiri. Tetapi pada hari itu, pada saat bermeditasi saya mendengar sepertinya ada orang yang masuk ke dalam ruangan saya bermeditasi, seperti ada suara injakan kakinya yang sangat keras, dan sepertinya duduk di sebelah saya, suara nafasnya keras sekali, saya benar-benar takut tetapi saya tidak berani membuka mata, saya takut kalau saya sampai melihat orang itu. Beberapa menit kemudian saya mendengar orang itu meninggalkan tempat dan perlahan-lahan saya membuka mata, ternyata orang itu sudah tidak ada lagi. Saya lupa bagaimana caranya saya berdiri pada saat itu, saya lalu ke dapur dan setelah minum saya baru sadar bagaimana ya caranya saya bangun. Saya mencoba kembali duduk dan bangun kembali, saya bisa melakukannya, rasa sakit itu hilang. Saya terus melakukan meditasi selama 40 hari, di dalam hati saya berjanji akan melakukan kebajikan terus menerus dan saya selalu merasa berbahagia, dan saya tidak tahu mengapa, apa saya sudah lupa bahwa saya akan mati.
Sejak hari ke-35 itu, saya selalu bermimpi yang aneh-aneh, tetapi di dalam mimpi saya selalu berhubungan dengan para Bhikku. Di dalam mimpi itu saya naik gunung, sampai di puncak gunung saya terperosok masuk lumpur, dan saya mengucapkan "Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa" ke hadapan Sang Bhagava, dan di bawah gunung, puluhan para Bhikkhu memanggil-manggil nama saya, mendadak ada air bah yang mendorong saya sehingga saya sampai di bawah, saya diberi bungkusan oleh salah seorang Bhikkhu.
Banyak teman-teman saya selalu memimpikan saya selalu bersama para Dewa, dan keajaiban terakhir yang saya dapatkan adalah telepon dari Dokter Wong yang menanyakan keadaan saya, dokter itu menyarankan agar saya mengambil keputusan untuk di operasi, tetapi rasa sakit di perut saya sudah berkurang, akhirnya saya putuskan untuk memeriksakan kembali penyakit saya di Singapura.
Pada tanggal 20 Februari 1995 saya berangkat bersama suami saya menuju Singapura. Namun ada satu keanehan, sejak saya berangkat ke Air port, saya merasa sangat mengantuk, begitu naik pesawat terbang saya minta kepada suami saya untuk jangan membangunkan pada saat dibagikan makanan. Begitu tidur, saya bermimpi dari Bali ke Singapura saya berjalan di atas lautan, dan di pinggir banyak sekali para Bhikkhu yang berdiri di atas lautan. Begitu mendarat di Singapura, saya dibangunkan dan saya bertanya, saya jalan apa naik pesawat, suami saya menjawab sedikit sewot, tentu saja naik pesawat masak jalan kaki katanya. Tetapi pada sore hari itu saya memutuskan, untuk bertemu dokter esok hari saja.
Pada pagi hari tanggal 22 Februari 1995 saya diperiksa oleh dokter, berkali-kali saya disuruh minum air dan diperiksa berkali-kali, sepertinya dokter itu bingung, komputernya dicek, diperiksa kalau-kalau rusak. Lalu dilihat lagi hasil-hasil pemeriksaan yang dulu; saya diperiksa lagi, kemudian saya dikirim ke Rumah Sakit lain untuk diperiksa lagi oleh satu tim dokter yang terdiri dari 5 orang dokter ahli, memeriksa saya berulang kali, sampai saya teler, kecapaian diperiksa bolak-balik, setelah itu dokter menyatakan sakit kanker saya tidak bisa ditemukan, hanya ada tanda seperti petikan buah anggur. Saya dikembalikan lagi ke Dokter Wong, beliau tidak memeriksa lagi hanya bertanya, agama saya apa, saya bengong, beliau hanya mengucapkan Amitabha dan menyuruh saya berdoa ke Vihara. Saya terkejut dan sungguh bahagia, saya bisa sembuh dari penyakit kanker, tanpa melalui operasi.
Inilah berkah Sang Buddha yang demikian besar kepada saya, sehingga saya benar-benar percaya bahwa karma itu bisa dirubah dengan cara melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh.
Karena itu tumbuhkanlah keyakinan yang kuat kepada Sang Tri Ratna, menjadi siswa Sang Buddha yang baik, melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh, perbanyaklah perbuatan bajik, sucikanlah pikiran.
Saya telah berusaha menjalankan segala kebajikan, dengan materi yang saya miliki, saya pergunakan sebaik-baiknya di dunia ini, agar ada kenangan yang berarti untuk menuju kehidupan yang akan datang.
Semoga pengalaman saya ini menjadi kesaksian nyata untuk dijadikan cermin bagi saudara-saudara se-Dhamma, di dalam memperoleh kebahagiaan dengan melaksanakan Ajaran Sang Guru Agung kita, Sang Buddha Yang Maha Sempurna. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata.
Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu...sadhu...sadhu.
Erlina Kang Adiguna
Denpasar, Bali.
Biodata
Nama : Erlina Kang
Tempat/tanggal lahir : Baturiti, Juli 1944
Alamat : Jln. Gunung Lawu Denpasar
Nama Suami : Putu Adiguna
Nama Anak : Liliek Herawati, Putu Agus Antara, Arief Wijaya, Yuliana Kanaya, Cahyadi Adiguna
Jabatan/kegiatan lainnya :
1. Penasehat Forum Ibu-ibu Buddhis
2. Ketua Umum Yayasan Kertha Yadnya
3. Pelindung di Vihara Buddha Sakyamuni
4. Ketua Kehormatan di Vihara Buddha Guna Nusa Dua
Sumber:
http://www.facebook.com/kesaksianbuddhis
http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=164&multi=T&hal=0
Fenomena Hubungan Karma
Fenomena Hubungan Karma
Dituturkan oleh Ir Ariya Chandra
Banyak kejadian di dunia ini yang sepintas lalu dilihat sebagai kejadian yang kebetulan saja terjadi, namun bila beberapa kejadian yang sama terjadi berulang-ulang kita tidak dapat lagi mengatakan bahwa kejadian tersebut sebagai kejadian yang kebetulan belaka. Menurut Hukum Karma, tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Semua peristiwa dapat timbul karena ada sebab sebelumnya dan menimbulkan akibat sesudahnya. Namun banyak orang yang meragukan hal ini. Saya telah mengalami banyak kejadian tersebut, beberapa diantaranya akan saya kisahkan di bawah ini.
Ibu Muladewi adalah salah seorang upasika angkatan pertama di Bogor. Beberapa tahun yang lalu beliau jatuh sakit dan dokter menasehatinya untuk melakukan tindakan operasi. Saya bersama isteri mengunjunginya di Rumah Sakit Mitra Keluarga Jatinegara. Pada waktu kunjungan tersebut saya menawarkan beliau untuk mengundang bhikkhu membacakan paritat sebelum operasi esok harinya. Beliau yang tingak di Bogor, tidak tahu harus mengundang bhikkhu yang mana. Saya mengatakan akan menjemput bhikkhu siapa saja yang ada di Vihara Dhammacakka, Sunter. Pada waktu itu secara kebetulan Bhante Khantidaro, yang dahulunya bernama Djamal Bakir, baru saja tiba dari kota Malang. Beliau setuju saja untuk membacakan paritta bagi Ibu Muladewi. Pertemuan kedua orang itu adalah pertemuan di antara dua sahabat yang telah lama berpisah. Mereka telah bersahabat sejak tahun enam puluhan. Pertemuan orang itu mungkin hanya kebetulan semata.
Untuk kedua kalinya ibu Muladewi kembali sakit. Kali ini beliau dirawat di Rumah Sakit MMC, juga untuk keperluan operasi. Saya kembali menawarkan untuk mengundang bhikkhu membacakan paritta. Secara kebetulan pula Bhante Khantidharo, yang tinggal di kota Malang baru saja tiba. Pertemuan kedua kalinya ini membawa kejutan. Apakah kedua orang itu, dari dua kota yang berjauhan, hanya secara kebetulan saja bertemu di rumah sakit untuk keperluan membaca paritta? Saya pikir, pasti ada hubungan karma di antara mereka.
Setelah mengalami sakit yang cukup lama, Ibu Muladewi kembali dirawat di rumah sakit Azra, Bogor. Kami sering mengunjunginya di rumah sakit untuk membacakan Paritta. Suatu hari, sekitar pukul tujuh pagi saya menerima telepon dari dokter Andri, anak Ibu Muladewi. Ia terkejut sewaktu saya menjawab telepon. Ia mengatakan bahwa secara tidak sengaja ia telah menekan telepon genggamnya, padahal ia bermaksud untuk menelepon kawannya. Pada waktu menerima telepon dari dr. Andri, saya juga terkejut. Saya berpikir, jangan-jangan terjadi apa-apa mengenai ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya baik-baik saja. Demikian juga pada waktu saya tanyakan, apakah ada pesan dari ibunya, ia mengatakan tidak ada. Namun dalam hati saya sedikit khawatir. Saya katakan pada istri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelepon saya sekali lagi bila ada pesan khusus.
Benar saja, tidak lama kemudian dr. Andri secara tidak sengaja kembali menelepon saya. Ia mengatakan bahwa ia menekan nomor telepon kawannya, namun kembali tersambung ke rumah saya. Kembali saya katakan kepada dr. Andri, kalau-kalau ia ingat ibunya pernah menitipkan pesan untuk istri saya. Ibunya dengan istri saya memnpunyai hubungan yang akrab, bagaikan ibu dengan anak. Saya katakan juga supaya ia jangan ragu-ragu untuk menyampaikannya. Ia kembali mengatakan tidak ada. Sesungguhnya ia memang tidak membawa pesan apa-apa dari ibunya. Namun saya katakan kepada istri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelepon kami lagi kalau ada hal yang penting. Beberapa jam kemudian, saya kembali menerima telepon tidak sengaja dari dr. Andri. Ia mengatakan bahwa ia telah melakukan beberapa pembicaraan telepon dengan kawannya dan secara tidak sengaja telepon genggamnya kembali tersambung ke rumah saya. Saya kembali menanyakan apakah kali ini ia ingat akan pesan dari ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya memang tidak menyampaikan pesan apa-apa dan keadaannya memang tidak sebaik sebelumnya.
Setelah menerima tiga kali telepon tidak disengaja, kami berpikir barangkali ada pesan penting yang berselubung untuk kami. Oleh karenanya, kami langsung berangkat ke Bogor untuk menjenguk ibu Muladewi. Ternyata keadaan ibu Muladewi memburuk. Kami segera membacakan paritta. Itulah pertemuan kami yang terakhir. Tak lama kemudian ibu Muladewi menghembuskan napasnya yang terakhir. Apakah tiga kali telepon tidak sengaja dari dr. Andri hanya kebetulan semata? Saya pikir pasti ada sesuatu yang menghubungkan peristiwa itu dengan pertemuan kami yang terakhir dan wafatnya ibu Muladewi.
Romo pandita Widyadharma adalah guru Dhamma saya yang pertama. Saya mengenalnya melakukan anaknya yang sekelas dengan adik saya. Saya kemudian mengikuti kursus Buddha Dhamma yang diajarkannya secara sistematik dan dilanjutkan dengan pelatihan berkhotbah. Saya selalu mengikutinya sewaktu beliau berkhotbah di vihara-vihara atau cetiya-cetiya. Bila ada bhikkhu yang berkhotbah, misalnya di rumah duka, beliau menguraikannya dan menjelaskannya khotbah itu dengan saya. Ada satu hal yang tidak saya lupakan, yaitu beliau pernah mengatakan bahwa di negara Buddhis, bila seseorang meninggal atau akan meninggal, maka dibacakanlah Maha Satipatthana Sutta untuk kebahagiannya. Saya pernah ragu-ragu terhadap hal ini karena Maha Satipatthana Sutta adalah sutta yang panjang. Namun hal ini saya ingat terus sampai saatnya beliau meninggal dunia. Pada waktu para bhikkhu membacakan paritta, saya teringat perkataan beliau. Saya perhatikan terus paritta yang dibacakan oleh para bhikkhu, barangkali ada yang membacakan Maha Satipatthana Sutta. Ternyata tidak ada! Hati saya sedikit kecewa. Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata Bhante Khantidharo mengkhotbahkan seluruh isi Maha Satipatthana Sutta! Apakah kedatangan Bhante Khantidharo dari kota Malang hanya kebetulan belaka? Apakah isi khotbah Bhante juga kebetulan juga? Siapakah yang memberitahukan Bhante Khantidharo agar berkhotbah tentang Maha Satipatthana Sutta? Mereka adalah sahabat sejak puluhan tahun yang lalu! Saya yakin pasti ada hubungan karma di antara keduannya!
Bila kita mempelajari Hukum Karma dan kemudian memperhatikan kejadian-kejadian penting dalam perjalanan hidup, kita akan mengalami kebenaran dari Hukum Karma ini. Setiap perkataan dan setiap janji pasti akan berbuah! Dan, itu bukanlah kebetulan. Setiap kejadian pada saat ini pasti ada hubungannya dengan perbuatan di masa lalu!
(Dikutip dari buku Melangkah dalam Dhamma, Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta, 2001)
http://www.facebook.com/kesaksianbuddhis
Dituturkan oleh Ir Ariya Chandra
Banyak kejadian di dunia ini yang sepintas lalu dilihat sebagai kejadian yang kebetulan saja terjadi, namun bila beberapa kejadian yang sama terjadi berulang-ulang kita tidak dapat lagi mengatakan bahwa kejadian tersebut sebagai kejadian yang kebetulan belaka. Menurut Hukum Karma, tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Semua peristiwa dapat timbul karena ada sebab sebelumnya dan menimbulkan akibat sesudahnya. Namun banyak orang yang meragukan hal ini. Saya telah mengalami banyak kejadian tersebut, beberapa diantaranya akan saya kisahkan di bawah ini.
Ibu Muladewi adalah salah seorang upasika angkatan pertama di Bogor. Beberapa tahun yang lalu beliau jatuh sakit dan dokter menasehatinya untuk melakukan tindakan operasi. Saya bersama isteri mengunjunginya di Rumah Sakit Mitra Keluarga Jatinegara. Pada waktu kunjungan tersebut saya menawarkan beliau untuk mengundang bhikkhu membacakan paritat sebelum operasi esok harinya. Beliau yang tingak di Bogor, tidak tahu harus mengundang bhikkhu yang mana. Saya mengatakan akan menjemput bhikkhu siapa saja yang ada di Vihara Dhammacakka, Sunter. Pada waktu itu secara kebetulan Bhante Khantidaro, yang dahulunya bernama Djamal Bakir, baru saja tiba dari kota Malang. Beliau setuju saja untuk membacakan paritta bagi Ibu Muladewi. Pertemuan kedua orang itu adalah pertemuan di antara dua sahabat yang telah lama berpisah. Mereka telah bersahabat sejak tahun enam puluhan. Pertemuan orang itu mungkin hanya kebetulan semata.
Untuk kedua kalinya ibu Muladewi kembali sakit. Kali ini beliau dirawat di Rumah Sakit MMC, juga untuk keperluan operasi. Saya kembali menawarkan untuk mengundang bhikkhu membacakan paritta. Secara kebetulan pula Bhante Khantidharo, yang tinggal di kota Malang baru saja tiba. Pertemuan kedua kalinya ini membawa kejutan. Apakah kedua orang itu, dari dua kota yang berjauhan, hanya secara kebetulan saja bertemu di rumah sakit untuk keperluan membaca paritta? Saya pikir, pasti ada hubungan karma di antara mereka.
Setelah mengalami sakit yang cukup lama, Ibu Muladewi kembali dirawat di rumah sakit Azra, Bogor. Kami sering mengunjunginya di rumah sakit untuk membacakan Paritta. Suatu hari, sekitar pukul tujuh pagi saya menerima telepon dari dokter Andri, anak Ibu Muladewi. Ia terkejut sewaktu saya menjawab telepon. Ia mengatakan bahwa secara tidak sengaja ia telah menekan telepon genggamnya, padahal ia bermaksud untuk menelepon kawannya. Pada waktu menerima telepon dari dr. Andri, saya juga terkejut. Saya berpikir, jangan-jangan terjadi apa-apa mengenai ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya baik-baik saja. Demikian juga pada waktu saya tanyakan, apakah ada pesan dari ibunya, ia mengatakan tidak ada. Namun dalam hati saya sedikit khawatir. Saya katakan pada istri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelepon saya sekali lagi bila ada pesan khusus.
Benar saja, tidak lama kemudian dr. Andri secara tidak sengaja kembali menelepon saya. Ia mengatakan bahwa ia menekan nomor telepon kawannya, namun kembali tersambung ke rumah saya. Kembali saya katakan kepada dr. Andri, kalau-kalau ia ingat ibunya pernah menitipkan pesan untuk istri saya. Ibunya dengan istri saya memnpunyai hubungan yang akrab, bagaikan ibu dengan anak. Saya katakan juga supaya ia jangan ragu-ragu untuk menyampaikannya. Ia kembali mengatakan tidak ada. Sesungguhnya ia memang tidak membawa pesan apa-apa dari ibunya. Namun saya katakan kepada istri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelepon kami lagi kalau ada hal yang penting. Beberapa jam kemudian, saya kembali menerima telepon tidak sengaja dari dr. Andri. Ia mengatakan bahwa ia telah melakukan beberapa pembicaraan telepon dengan kawannya dan secara tidak sengaja telepon genggamnya kembali tersambung ke rumah saya. Saya kembali menanyakan apakah kali ini ia ingat akan pesan dari ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya memang tidak menyampaikan pesan apa-apa dan keadaannya memang tidak sebaik sebelumnya.
Setelah menerima tiga kali telepon tidak disengaja, kami berpikir barangkali ada pesan penting yang berselubung untuk kami. Oleh karenanya, kami langsung berangkat ke Bogor untuk menjenguk ibu Muladewi. Ternyata keadaan ibu Muladewi memburuk. Kami segera membacakan paritta. Itulah pertemuan kami yang terakhir. Tak lama kemudian ibu Muladewi menghembuskan napasnya yang terakhir. Apakah tiga kali telepon tidak sengaja dari dr. Andri hanya kebetulan semata? Saya pikir pasti ada sesuatu yang menghubungkan peristiwa itu dengan pertemuan kami yang terakhir dan wafatnya ibu Muladewi.
Romo pandita Widyadharma adalah guru Dhamma saya yang pertama. Saya mengenalnya melakukan anaknya yang sekelas dengan adik saya. Saya kemudian mengikuti kursus Buddha Dhamma yang diajarkannya secara sistematik dan dilanjutkan dengan pelatihan berkhotbah. Saya selalu mengikutinya sewaktu beliau berkhotbah di vihara-vihara atau cetiya-cetiya. Bila ada bhikkhu yang berkhotbah, misalnya di rumah duka, beliau menguraikannya dan menjelaskannya khotbah itu dengan saya. Ada satu hal yang tidak saya lupakan, yaitu beliau pernah mengatakan bahwa di negara Buddhis, bila seseorang meninggal atau akan meninggal, maka dibacakanlah Maha Satipatthana Sutta untuk kebahagiannya. Saya pernah ragu-ragu terhadap hal ini karena Maha Satipatthana Sutta adalah sutta yang panjang. Namun hal ini saya ingat terus sampai saatnya beliau meninggal dunia. Pada waktu para bhikkhu membacakan paritta, saya teringat perkataan beliau. Saya perhatikan terus paritta yang dibacakan oleh para bhikkhu, barangkali ada yang membacakan Maha Satipatthana Sutta. Ternyata tidak ada! Hati saya sedikit kecewa. Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata Bhante Khantidharo mengkhotbahkan seluruh isi Maha Satipatthana Sutta! Apakah kedatangan Bhante Khantidharo dari kota Malang hanya kebetulan belaka? Apakah isi khotbah Bhante juga kebetulan juga? Siapakah yang memberitahukan Bhante Khantidharo agar berkhotbah tentang Maha Satipatthana Sutta? Mereka adalah sahabat sejak puluhan tahun yang lalu! Saya yakin pasti ada hubungan karma di antara keduannya!
Bila kita mempelajari Hukum Karma dan kemudian memperhatikan kejadian-kejadian penting dalam perjalanan hidup, kita akan mengalami kebenaran dari Hukum Karma ini. Setiap perkataan dan setiap janji pasti akan berbuah! Dan, itu bukanlah kebetulan. Setiap kejadian pada saat ini pasti ada hubungannya dengan perbuatan di masa lalu!
(Dikutip dari buku Melangkah dalam Dhamma, Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta, 2001)
http://www.facebook.com/kesaksianbuddhis
Subscribe to:
Posts (Atom)